Jakarta, Mobilitas – Meski begitu, cucu pendiri Toyota ini masih akan menjabat sebagai Chairman Toyota Motor Corporation.
Seperti dilaporkan Nikkei, Kamis (26/1/2023) dan dikutip Mobilitas, di Jakarta, Sabtu (28/1/2023), pengunduran diri Toyoda itu berlaku efektif pada April nanti. Akio yang menyabet gelar MBA dari Babson College di Wellesley, Massachusetts, Amerika Serikat itu memulai karir di Toyota pada tahun 1984.
Namun, sebelum itu, ternyata pria kelahiran Nagoya, Jepang, 3 Mei 1956, itu sempat bekerja di perusahaan lain. Akio bekerja di sebuah perusahaan di New York, Amerika Serikat, sebagai konsultan manajemen bisnis.
Di perusahaan yang didirikan kakeknya (Kiichiro Toyoda) – pada 28 Agustus 1937 – itu, Akio Toyoda menduduki sejumlah posisi penting sebelum didapuk sebagai Presiden pada tahun 2009 lalu. Tercatat dia pernah menduduki jabatan Toyota Motor Corp bagian Guangqi Toyota Engine Ltd pada tahun 2001.
Dua tahun kemudian, atau tahun 2003, dia dia dipercaya sebagai Kepala Operasional Toyota di Asia dan China. Namun, saat dia menjabat Presiden, beberapa tantangan berat harus dihadapinya.
Tak lama berselang setelah menduduki jabatan tertinggi di perusahaan itu, dunia mengalami krisis. Toyota pun tak luput dari deraan krisis keuangan global itu, dan membuatnya menghentikan produksi banyak pabrik.
Bahkan, krisis yang tak kalah dahsyat penarikan (recall) mobil besar-besaran akibat pedal gas yang bermasalah, dan mengakibatkan kecelakaan. Tak kurang dari 4,9 juta mobil ditarik di Amerika Serikat.
Lalu, di tahun 2020, pabrikan kembali harus menarik 3,4 juta mobil buatannya di seluruh dunia gegara airbag yang bermasalah. Meski, semua itu mampu dilewati Akio Toyoda dengan mulus.
Dunia juga mencatat Akio Toyoda sebagai tokoh yang kritis terhadap upaya peralihan ke mobil listrik. Salah satunya, sikap kritisnya terhadap rencana kebijakan pemerintah Jepang yang akan menghentikan penjualan mobil bermesin pembakaran dengan bahan bakar bensin pada pertengahan 2030.
Akio yang berbicara dalam kapasitasnya sebagai Ketua Asosiasi Produsen Mobil Jepang (JAMA) mengatakan, kebijakan itu mengancam kelangsungan industri mobil. Dia mengatakan jika pemerintah Jepang melarang mobil bertenaga dari mesin bensin dan pindah ke kendaraan listrik terlalu tergesa-gesa itu berbahaya.
“Model bisnis industri mobil yang ada saat ini akan runtuh,” ujarnya seperti dikutip Asian Wall Street Journal, 27 Desember 2020.
Akio bahkan disebut sebagai tokoh industri mobil yang meragukan mobil listrik untuk mencapai netralitas karbon. Seperti dilansir Carscoop, Akio meyakini kendaraan listrik bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai netralitas karbon.
Menurut dia, yang menjadi masalah dalam mewujudkan netralitas karbon masalahnya bukan pada mesin pembakaran internal, namun bahan bakar fosilnya. “Untuk mencapai netralitas karbon, kita harus ingat bahwa karbon adalah musuh sebenarnya, bukan powertrain tertentu. Dan sejujurnya, mobil listrik baterai bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan netralitas karbon dunia,” tandas dia. (Din/Aa)