Jakarta, Mobilitas – Sejumlah daerah disebut telah melakukan penghapusan kebijakan pajak progesif untuk pemilik kendaraan bermotor.
Seperti diungkap Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan, yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Kamis (23/3/2023) Kementerian Dalam Negeri langsung merespon permintaan Korps Lalu-lintas (Korlantas) polri untuk menghapus pajak tersebut.
Kini sejumlah telah melakukan hal tersebut. Mereka adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan. Kemudian Provinsi Maluku, dan Papua Barat.
“Penghapusan ini juga bersamaan dengan penghapusan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II (yakni bea balik nama kendaraan yang telah berada di tangan masyarakat). Penghapusan BBNKB II itu sudah dilakukan pada 2022 lalu,” papar Benni.
Ada 23 daerah yang telah meniadakan pungutan BBNKB II. Daerah itu adalah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah.
Kemudian, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan. Lalu, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.
Sementara itu, Direktur Registrasi dan Identifikasi (Regident) Korlantas Polri, Brigjen Pol.Yusri Yunus yang dihubungi Mobilitas, Kamis (23/3/2023) mengatakan pihaknya meminta penghapusan BBNKB dan Pajak Progesif itu bukan semata-mata untuk kepentingan Polri. “Korlantas Polri hanya berkepentingan melakukan validasi data,” papar dia.
Sebab, lanjut dia, selama ini banyak pemilik kendaraan mengatasnamakan kendaraan kedua atau ketiga miliknya ke orang lain. Tujuannya menghindari pengenaan tarif pajak yang lebih besar karena sistem progresif.
“Sehingga, data kepemilikan kendaraan itu tidak valid. Sehingga, ketika ada penindakan pelanggaran dengan Tilang tidak valid. Bahkan, ketika Jasa Raharja dan lembaga lain seperti Pertamina meminta data ke kami, datanya juga tidak valid. Jadi ini menyangkut kepentingan yang lebih besar,” tandas Yusri.
Lebih dari itu, dengan tidak adanya sistem progresif maka pemilik kendaraan juga tidak enggan membayar pajak kendaraan. Selama ini mereka tidak membayar pajak dan menunggu berlakunya pemutihan pajak. (Yus/Ron/Aa)