Jakarta, Mobilitas – Penggunaan transportasi aktif dinilai selain mengurangi kemacetan, aman, sekaligus menyehatkan.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat , kementerian Perhubungan, Amirulloh, transportasi aktif adalah angkutan umum atau angkutan massal, dan bahkan sepeda. Dengan menggunakan angkutan umum orang akan berpindah dari satu moda ke moda lain.
“Atau misalnya menggunakan kereta api, pindah dari satu rangkaian gerbong ke rangkaian lain sesuai jalur tujuan akhir mereka, dengan perpindahan inilah yang membuat orang bergerak, sehingga badan mereka menjadi sehat,” ungkap Amirulloh saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Selain itu, dengan penggunaan transportasi umum, jumlah kendaraan yang lalu-lalang di jalanan juga berkurang. Sehingga tingkat kemacetan pun berkurang. “Begitu pula dengan penggunaan sepeda, akan mengurangi polusi tingkat emisi gas buang kendaraan, sehingga baik bagi lingkungan. Selain itu, tentu sangat menyehatkan,” papar Amirulloh.
Tujuan lain penggunaan transportasi aktif, lanjut Amirulloh, adalah untuk mengurangi tingkat fatalitas kecelakaan. Risiko hilangnya nyawa seseorang dalam kecelakaan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi.
Oleh karena itu, kata Amirulloh, menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Rencana Umum Keselamatan Jalan (RUNK) yang bertujuan menurunkan fatalitas sebesar 65 persen indeks fatalitas per 100.000 penduduk dan 85 persen indeks fatalitas per 10.000 kendaraan pada tahun 2040, maka dilakukan kampanye Pekan Nasional Keselamatan Jalan 2023.
“Tahun ini kami mengambil tema We Demand Safe and Sustainable Mobility. Ini akan dilakukan kick off pada Senin (10/7/2023) nanti,” tandas Amirulloh.
Sementara itu, pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno yang dihubungi Mobilitas dari Jakarta, Jumat (7/7/2023) mengatakan, ajakan pemerintah kepada masyarakat untuk menggunakan angkutan umum harus dibarengi dengan peningkatan kenyamanan dan keamanan moda transportasi.
Konektivitas antar moda transportasi umum, menurut pengajar di Universitas Katolik Soegijapranata itu, harus diperluas, biaya yang efisien, dan mudah. Sebab, hingga kini alasan orang menggunakan kendaraan pribadi dan enggan beralih ke angkutan umum itu dikarenakan akses untuk menggunakannya ribet. Harus ganti satu moda ke moda lain butuh waktu lama, tidak langsung.
“Tempat tunggu yang tidak nyaman dan bersih, serta faktor keamanan yang dirasa masih rawan. Apalagi, biayanya kalau dihitung-hitung lebih mahal. Itulah Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah,” jelas Djoko.
Dia menyebut penggunaan transportasi umum oleh masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar, masih jauh lebih rendah dibanding negara-negara lain. “Rata-rata penggunaan angkutan umum yang di bawah 20 persen itu tidak hanya di Jakarta saja. Tetapi juga di kota besar lainnya seperti Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, dan Denpasar,” jelas dia.
Sedangkan di Di Beijing (Cina), Seoul (Korea Selatan), Tokyo (Jepang), Singapura, dan Hongkong, pengggunaan transportasi publik telah mencapai 50 persen lebih. Terlebih di negara-negara Eropa dan Amerika telah mencapai di atas 65 persen. (Jap/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id