Jakarta, Mobilitas – Polri menggelar Operasi Patuh 2023 mulai digelar 10 Juli, dan ternyata dalam sehari terjaring 15.588 pelanggar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Hubungan Masyarakat (Divhumas) Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan jumlah pelanggar sebanyak itu terjaring melalui perangkat tilang elektronik (ETLE) maupun manual. Sedangkan yang tidak ditindak atau hanya mendapatkan teguran sebanyak 58.146 pelanggar.
“Jadi yang mendapatkan tilang (baik ETLE maupun manual) sebanyak 15.588 dan jumlah teguran sebanyak 58.146,” papar Ramadhan, seperti dikutip Mobilitas dari situs humas.polri.go.id, Rabu (12/7/2023).
Data pelanggar tersebut merupakan hasil operasi di hari pertama, Senin (10/7/2023) dan dirilis Polri pada Selasa (11/7/2023). Sementara, rincian jumlah pelanggar peraturan lalu-lintas itu adalah 8.916 tidak menggunakan helm SNI, 1.882 melawan arus, dan 806 berboncengan lebih dari satu orang.
Kemudian 1.952 pelanggaran noleh pengguna kendaraan bermotor roda empat yang tidak menggunakan safety belt, 528 terkait melebihi muatan, dan 330 kendaraan bermotor roda empat melawan arus.
Direktur Lalu-lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Latif Usman, yang dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Rabu (12/7/2023) mengatakan pihaknya memang menerapkan tilang manual di tempat saat pelaksanaan Operasi Patuh Jaya 2023.
“Meskipun prioritasnya tetap tilang elektronik (ETLE) baik stationer maupun mobile. Tilang manual kita terapkan di wilayah-wilayah yang tidak terjangkau ETLE, maupun melihat situasi dan kondisi dimana banyak pelanggar yang ada. Pelanggaran masih tinggi, ketidakdisiplinan, ini menunjukkan kurangnya rasa empati pelanggar terhadap orang lain,” tandas dia.
Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, yang dihubungi Mobilitas dari Jakarta, Rabu (12/7/2023) menyebut masih tingginya pelanggaran lalu-lintas menunjukkan kesadaran dan perilaku disiplin masyarakat yang rendah. Kesadaran untuk menyadari bahaya bagi diri sendiri maupun empati terhadap keselamatan orang lain masih minim.
Pelanggaran sekecil apapun, lanjut Djoko, sebenarnya tidak bisa ditolerir. Karena ini menyangkut kepentingan dan keselamatan orang banyak. Melanggar bukan hanya membahayakan dan berisiko fatal terhadap keselamatan diri sendiri saja, tetapi juga orang lain.
“Tetapi sayang, ini tidak banyak disadari. Orang hanya mementingkan diri sendiri (egois), dan melanggar aturan dianggap sebagai sesuatu yang biasa,” ungkap pengajar di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, itu. (Yus/Dam/Aa)