Jakarta, Mobilitas – Tidak hanya penjualan secara kumulatif Januari – Mei saja yang merosot jika dibanding tahun 2023 lalu, penjualan selama bulan Mei pun melorot dibanding Mei 2023.
Data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Rabu (19/6/2024) menunjukkan selama Januari – Mei 2024, jumlah sepeda motor yang terjual di Tanah Air 2.659.896 unit. Jumlah ini melorot 1,78 persen dibanding total penjualan pada periode sama di tahun lalu, yang mencapai 2.708.167 unit.
Sementara di bulan Mei saja, angka penjualan yang diraup seluruh pabrikan (total angka penjualan pabrikan sepeda motor) sebanyak 505.670 unit. Jumlah ini merosot 4,54 persen dibanding penjualan pada bulan Mei 2023, yang mencapai 529.771 unit.
“Faktor daya beli konsumen melemah, ditambah semakin selektif atau semakin ketatnya lembaga pembiayaan kredit (leasing). Sebab, leasing melihat potensi risiko kredit bermasalah (kredit macet) meningkat karena faktor ekonomi, sehingga mereka memperketat persetujuan permohonan pembiayaan kredit. Padahal, sebagian besar pembelian motor dilakukan secara kredit,” ungkap Ketua Bidang Komersial AISI, Sigit Kumala, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Sigit menyebut tingkat kerawanan daya beli konsumen sepeda motor memang jauh lebih tinggi alias sangat sensitif terhadap gejolak harga barang-barang kebutuhan pokok. Sebab, kelompok masyarakat menengah ke bawah merupakan konsumen terbesar sepeda motor.
“Sedangkan di awal tahun ini ada kenaikan harga rokok karena tarif cukai naik. Padahal, mayoritas pembeli sepeda motor itu perokok. Kemudian, kenaikan harga barang-barang kebutuhan primer atau pangan. Ini yang menjadikan daya beli melemah,” jelas Sigit.
Pernyataan senada diungkap Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Rabu (19/6/2024).
“Perusahaan pembiayaan kredit (leasing) tentu memperhatikan dengan seksama profil calon debitur (pemohon pembiayaan kredit) sebelum menyetujui atau menolaknya. Dalam kondisi seperti ini, dimana ada kenaikan harga barang kebutuhan dan pendapatan tidak berubah, tentu potensi risiko tinggi,” ujar Suwandi.
Terlebih, pada April 2024 Bank Indonesia mengerek tingkat suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 6,25 persen. Kenaikan suku bunga acuan ini menjadikan lembaga pembiayaan juga menimbang-nimbang untuk mengereek suku bunga pembiayaan kredit, selain itu juga melakukan upaya mitigasi mencegah terjadinya kredit macet.
“Cara yang paling aman dan mudah adalah dengan semakin selektif dalam menyalurkan pembiayaan kredit,” tandas Suwandi. (Anp/Aa)