Jakarta, Mobilitas – Asuransi yang bersifat wajib itu merupakan asuransi untuk memberikan ganti rugi kepada pihak ketiga apabila terjadi kecelakaan, dan asuransi ini bernama Third Party Liability (TPL).
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Selasa (16/7/2024) mengatakan meski keikutsertaan seseorang dalam asuransi kendaraan bersifat sukarela, namun sekarang, hal itu bisa bersifat wajib. Sebab, Undang-undang yang baru memberikan landasan hukumnya.
“Ketentuan yang mewajibkannya itu ada di Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Dan saat ini, pemerintah sedang menggodok aturan pelaksanaannya, apakah itu Peraturan Pemerintah atau lainnya. Sehingga, bisa jadi mulai Januari 2025 nanti, ketentuan ini sudah berlaku,” papar Ogi.
Menurut Ogi, salah satu pertimbangan pentingnya diberlakukan ketentuan itu adalah, banyaknya kasus perselisihan pihak-pihak yang terlibat kecelakaan di jalan. Pada saat itu, pihak yang menjadi korban tabrak meminta ganti rugi.
Sementara, pihak yang menabrak merasa berkeberatan dengan berbagai alasan. Namun, alasan yang sebenarnya adalah merasa tidak terima dengan besaran ganti rugi yang harus dia tanggung.
“Oleh karena itu, jika ganti rugi akibat kecelakaan itu ditanggung oleh pihak ketiga yakni perusahaan asuransi, maka kasus-kasus pertengkaran akibat kecelakaan itu tidak terjadi. Karena pihak yang menjadi korban cukup meminta kesediaan pihak penabrak agar menyetujui klaim asuransi yang akan diajukannya atas nama dia (penabrak). Cara penyelesaian melalui asuransi TPL ini sudah banyak dijalankan oleh negara-negara di dunia, termasuk di Asia Tenggara,” papar Ogi.
Meski, saat ini, yang menjadi persoalan adalah siapa atau lembaga asuransi mana yang bakal menjadi pihak penerbit polis asuransi itu. Hal ini masih dalam pembahasan.
Kedua, soal besaran tarif premi. Meski, secara teori tarif premi asuransi akan semakin murah jika peserta asuransi atau pembeli polis semakin banyak.
“Oleh karena itu, jika asuransi TPL itu bersifat wajib dan pemilik kendaraan mau tidak mau mengasuransikan kendaraannya, maka peserta asuransi akan sangat banyak. Ini bisa menekan harga atau tarif premi menjadi semakin murah,” jelas Ogi.
Ketiga, perlunya ketepatan indentifikasi kendaraan yang telah diasuransikan atau belum. Oleh karena itu, pihak atau lembaga asuransi perlu berkoordinasi dengan penerbit Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dalam hal ini kepolisian untuk mengindentifikasikannya. (Tan/Aa)