Jakarta, Mobilitas – Penghapusan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) ini didasari Surat Menteri Sekretariat Negara Nomor B-984/M/D-1/HK.03.00/10/2023 tahun 2023.
Menteri Perhubungan RI, Dudy Purwagandhi, Rapat Kerja (Raker) perdana bersama Komisi V DPR RI, Selasa (29/10/2024) mengatakan pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) di kementeriannya untuk menggantikan BPTJ yang telah dihapus, bertujuan untuk mendorong konektivitas antar-moda transportasi massal.
“Usulan transformasi BPTJ menjadi unit kerja eselon I yaitu Direktorat Jenderal (Ditjen) Integrasi Transportasi dan Multimoda dilakukan berdasarkan hasil evaluasi terhadap tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) dan beban kerja pada saat ini,” ungkap Dudy.
Hasil evaluasi itu menunjukkan, ternyata integrasi dan konektivitas transportasi massal hingga saat ini belum terlaksana secara optimal. Penyebabnya, karena belum adanya unit kerja setingkat eselon I yang fokus menangani konektivitas atau integrasi.
Menanggapi penghapusan kebijakan anyar itu, pengamat tata kota Yayat Supriatna mengaku sangat mendukung langkah tersebut. Alasannya, kata Yayat, BPTJ yang mengatur dan mengintegrasikan seluruh moda transportasi di seluruh wilayah Jabodetabek untuk menekan kepadatan dan kemacetan lalu lintas perkotaan di Jakarta dan sekitarnya selama ini kewenangannya masih terbatas.
Padahal, moda transportasi yang harus dikoordinasikan oleh BPTJ untuk menekan kemacetan tersebut banyak. Mulai dari Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), Transjakarta, angkutan JakLingko, hingga Ojek dan sebagainya.
“Dan agar masyarakat tertarik menggunakan moda transportasi itu secara end to end, bukan saja harus terkoneksi dengan mudah serta aman dan nyaman saja. Tetapi juga harus efisien baik dalam waktu maupun biaya atau ongkos. Nah, disinilah diperlukan kewenangan penuh untuk mengkoordinasikan semua stake holder yang ada, dan itu bisa dilakukan lembaga seperti Ditjen,” ungkap Dosen Teknik Planologi Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan, Universitas Trisakti itu saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Menurut Yayat, masih sering terjadinya kemacetan lalu-lintas di Jakarta dan sekitarnya, karena belum semua masyarakat yang bermobilitas menggunakan angkutan umum. Baru 60 persen dari total masyarakat yang melakukan mobilitas ke Jakarta, setiap harinya yang menggunakan angkutan umum.
Salah satu alasan masyarakat yang belum menggunakan angkutan umum itu karena sarana transportasi itu dinilai belum efisien dalam hal waktu maupun biaya. Orang harus pindah dari satu moda ke moda lain.
“Sehingga orang merasa repot dan biayanya mahal. Jadi, ini pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Ditjen Integrasi Transportasi dan Multimoda,” tandas Yayat. (Jap/Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id