Jakarta, Mobilitas – Kerugian akibat kemacetan lalu – lintas itu bukan hanya karena hilangnya waktu produktif untuk bekerja tetapi juga terbuangnya secara sia-sia Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan kendaraan.
“Hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan menunjukkan, setiap tahunnya ada kerugian akibat kemacetan lalu-lintas hingga US$ 4 miliar (atau setara Rp 63,69 triliun, dengan kurs US$ 1 = Rp 15.922,73),” ungkap Ketua Tim Kelompok Substansi Rekayasa Lalu-lintas Ditjen Perhubungan Kemenhub, Ahmad Ardiansyah, saat dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Potensi kerugian dan kemacetan lalu-lintas, lanjut Ardiansyah, itu bisa dicegah dengan penerapan rekayasa dan manajemen lalu-lintas yang pas. Dia menyebut strtegi itu dengan istilah push and pull atau tekan dan tarik.
“Manajemen lalu-lintas harus kita tekan atau push dengan pembatasan volume kendaraan pada waktu-waktu yang krusial melalui penerapan aturan pelat ganjil genap sesuai tanggal. Pada saat yang bersamaan kita lakukan pull atau menarik masyarakat beralih ke angkutan umum. Oleh karena itu pembenahan dan pengembangan kenyamann angkutan umum harus dilakukan,” papar Ardiansyah.
Pernyataan serupa diungkap pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Jakarta, Trubus Rahadiansyah. “Pengaturan lalu-lintas untuk mengurangi volume kendaraan di jalan, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta itu sudah menjadi keharusan. Masyarakat dari berbagai kalangn harus diajak menggunakan angkutan umum dalam bermobilitas,” papar Trubus saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Kamis (22/11/2024).
Namun, pemerintah juga harus benar-benar mewujudkan sarana transportasi umum nyaman, aman, bersih, mudah, serta terkoneksi antara satu moda dengan moda lain di semua titik. Sehingga, jika itu terwujud, maka orang akan beralih dengan sendirinya ke angkutan umum.
Sebab, hasil survei dan penelitian yang dilakukan, ternyata semua orang mengakui akibat kemacetan lalu-lintas banyak waktu terbuang di jalan. Begitu pula dengan BBM kendaraan yang terpakai secara sia-sia atau boros untuk menempuh perjalanan. Ini juga menjadi kontibutor kerugian nasional.
“Jadi kalau aspek sia-sianya BBM itu, maka kerugian nasionl itu lebih dari Rp 63,4 triliun. Mirisnya, sebagian besar BBM yang digunakan itu merupakan BBM yng disubsidi negara,” papar Trubus.
Namun, kerugian lain yang juga tidak kalah besar nilainya adalah orang mengalami kepenatan psikis dan fisik. Selain itu, polusi udara juga meningkat karena banyak BBM yang terbakar di jalan saat arus lalu-lintas padat merayap atau bahkan berhenti. (Anp/Aa)