Jakarta, Mobilitas – Padahal, jumlah mobil yang diekspor Thailand selama periode Januari – Oktober 2024 itu merosot dibanding periode sepuluh bulan pertama di tahun lalu. Sementara, di saat yang sama ekspor mobil Indonesia masih meningkat.
Data Federasi Industri Thailand (FTI) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (2/12/2024) menunjukkan selama sepuluh bulan pertama 2024 itu, total jumlah mobil yang diekspor Thailand mencapai 853.221 unit. Jumlah tersebut merosot 8 persen dibanding jumlh ekspor yng dibukukn Negeri Gajah Putih itu pada periode Januari – Oktober 2023.
Sementara, data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang disitat Mobilitas di Jakarta, Senin (2/12/2024) memperlihatkan, hingga bulan Oktober (Januari – Oktober) 2024, sebanyak 391.483 unit mobil yang diekspor Indonesia. Jumlah ini meningkat 2,45 persen dibnading total ekspor pada periode sm di tahun lalu yang msih sebanyak 382.111 unit.
Artinya, pada kurun waktu Januari – Oktober 2024, ternyata jumlah mobil yang diekspor Indonesia belum sampai setengahnya dari total jumlah mobil yang diekspor Thailand. Meski soal penjualan di pasar lokal, Indonesia jauh mengungguli negara yang juga dikenal dengan nama Siam tersebut.
Ihwal kalah jauhnya ekspor mobil Indonesia dari negara itu, Ketua I Gikindo Jongkie Sugiarto yang dihubungi Mobilitas di Jakarta mengatakan hal itu wajar. Pasalnya, jumlah pabrikan yang beroperasi sekaligus memproduksi mobil di negara itu jauh lebih banyak dibanding yang beroperasi dan berproduksi di Indonesia.
Pabrikan-pabrikan tersebut, lanjut Jongkie, memang sejak awal menjadikan Thailand sebagai basis produksi yang sebagian hasilnya diorientasikan untuk pasar ekspor. Alasannya, karena ada beberapa keunggulan komparatif dan kompetitif (keuntungn yang diperoleh dibanding jika di negara lain) yang ditawarkan Thailand.
“Keunggulan itu bermacam-macam, mulai dari rantai pasok (komponen) ynag lebih lengkap dan mudah, kebijakan fiskal dan non fiskal yang mendukung investor, sumberdaya alam tersedia, infrastruktur memadai hingga kondisi soal tenaga kerja,” ujar Jongkie.
Selain itu, keputusan terkait kebijakan ekspor dari sebuah pabrikan atau merek juga sangat bergantung pada strategi global prinsipal merek yang bersangkutan. Sehingga, merek atau pabrikan yang beroperasi di satu negara tidak bisa dengan serta merta memutuskan kebijkan ekspor sendiri. (Anp/Aa)