Washington, Mobilitas – Lembaga Keselamatan Jalan Raya Nasional (NHTSA) Amerika Serikat (AS) Selasa (7/1/2025) mengatakan memulai investigasi setelah menerima laporan kasus kecelakaan yang terkait dengan penggunaan aplikasi telepon Actually Smart Summon di fitur driverless.
Pemberitaan Reuters dan US Today yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Jumat (10/1/2025) jumlah mobil Tesla yang memiliki fitur seperti itu dan akan diselidiki mencapai 2,6 juta unit.NHTSA melakukan penyelidikan setelah Office of Defects Investigation (ODI) atau Kantor Investigator Produk Cacat telah menerima satu pengaduan yang menuduh adanya kecelakaan saat fitur tersebut digunakan.
“Selain itu, ODI juga telah meninjau sedikitnya tiga laporan media tentang kecelakaan serupa yang terkait dengan Actually Smart Summon itu digunakan,” tulis Reuters.
Perangkat tersebut ditengarai gagal mendeteksi tiang atau kendaraan yang diparkir. Sehingga mengakibatkan kecelakaan. Mobil menabrak dan mobil lain yang tengah berada di jalan.
“ODI mengetahui beberapa kecelakaan, yang melibatkan Smart Summon dan Actually Smart Summon, dimana saat fitur itu digunakan, pengemudi mobil memiliki waktu reaksi yang terlalu sedikit untuk menghindari kecelakaan, terutama untuk melepaskan tombol aplikasi itu agar pergerakan mobil bisa dihentikan,” ungkap sumber di ODI.
Investigasi ini merupakan tindakan investigasi terbesar kedua yang dilakukan oleh regulator keselamatan lalu lintas terhadap Tesla dalam waktu sekitar empat bulan. Khususnya yang terkait dengan fitur mengemudi otomatisnya.
Sebelumnya, pada Oktober 2024 lalu, regulator membuka investigasi terhadap 2,4 juta kendaraan Tesla yang dilengkapi dengan perangkat lunak Full Self-Driving (FSD). Hal itu dilakukan setelah empat tabrakan yang dilaporkan, termasuk kecelakaan fatal pada tahun 2023.
Ironisnya kasus-kasus yang diinvestigasi tersebut terjadi saat Chief Executive Officer Tesla, Elon Musk, menggembar-gemborkan langkah menuju teknologi self-driving dan robotaxi yang lebih canggih. Terlebih, Elon Musk juga tengah menjadi sorotan publik dunia setelah menggelontorkan donasi senilai US$ 200 juta untuk membantu Donald Trump dalam pemilihan presiden AS.
Para kritikus menyebut hal itu akan menyebabkan konflik kepentingan yang serius terkait dengan bisnis Musk. (Din/Aa)