Mobility

Bus Listrik Makin Laku di Dunia, Ini Penyebabnya

×

Bus Listrik Makin Laku di Dunia, Ini Penyebabnya

Share this article
Bus listrik Solaris yang merupakan bus bertenga setrum terlaris di dunia - dok.Sustainable Bus

Uttar Pradesh, Mobilitas – Penjualan bus listrikdiprediksi bakal terus naik seiring dengan tren kebijakan pemerintah negara-negara di berbagai belahan dunia menetapkan target pada tahun 2050 negaranya telah bebas alias netral karbon. Terlebih, tak sedikit di antara mereka yang telah menetapkan tahun 2030 penjualan kendaraan bermotor bermesin konvensional dilarang.

Seperti dilaporkan laman Global News Wire dan Markets and Markets, belum lama ini, lembaga riset pasar yang berkantor di Noida, Uttar Pradesh, India – Prescient & Strategic Intelligence (P&S Intelligence) – menyebut sepanjang tahun 2020 lalu tak kurang dari 82.604 unit bus listrik terjual. Jumlah itu menanjak 36,4% dibanding tahun sebelumnya.

Menariknya, penyerap bus dengan tenaga dari setrum ini tak hanya negara-negara maju di belahan dunia bagian barat saja. “Bahkan di tahun 2021 – 2026 berdasar CAGR (tingkat pertumbuhan tahunan majemuk) pasar bus diperkirakan akan meningkat rata-rata per tahun 14,9%,” bunyi keterangan lembaga tersebut.

Bus listrik buatan Proterra – dok.Forbes

Sementara, lembaga penyelidikan pasar asal Pune, Maharashtra, India – Veriied Market Research – menyatakan, dari hasil riset yang dilakukannya diketahui nilai pasar bus listrik di dunia sepanjang tahun 2019 hingga tahun 2026 diperkirakan terus melar hingga 26,8%.

Nilainya, jika di tahun 2028 masih sebesar US$ 102,71 ribu di tahun 2018 akan menjadi US$ 686,31 ribu di tahun 2026 nanti.

Negara-negara di Asia-Pasifik – terutama Cina, Korea, Singapura, Australia, New Zealand, dan beberapa lainnya – tercatat menjadi pasar penyerap tersebesar bus listrik berbasis baterai. Wilayah lain yang paling besar menjadi pembeli bus tanpa emisi gas buang ini adalah negara-negara Eropa, lalu sejumlah negara di wilayah Amerika.

Bus listrik buatan Zhongtong, pabrikan asal Republik Rakyat Cina – dok.Twitter

Harga turun
Hasil penelitian kedua lembaga menemukan fakta yang menjadi penyebab terus berkembangnya pasar bus listrik di dunia. Pertama, harga unit yang terus berada di tren penurunan seiring dengan turunnya harga baterai listrik.

Maklum, harga baterai menyumbang 40% dari struktur harga dari sebuah kendaraan listrik baterai termasuk bus listrik. “Biaya rata-rata paket baterai lithium-ion untuk pesanan besar turun menjadi hampir US$150 per kilowatt-hour (kWh) pada tahun 2020 dari sekitar US$600/kWh pada tahun 2015,” sebut P&S Intelligence.

Bus listrik hasil produksi Volvo – dok.Sustainable Bus

Kedua, kebijakan pemerintah negara-negara di dunia yang telah memulai melaksanakan roadmap menuju netral karbon. Mereka telah mulai mengganti sarana transportasi masyarakat dengan kendaraan listrik, khususnya dengan bus listrik.

“Sarana transportasi publik atau angkutan umum menjadi proyek percontohan yang efektif untuk mengajak masyarakat bertransisi menuju era elektrifikasi sarana mobilitas. Sebaba, angkutan umum dibutuhkan dan digunakan oleh masyarakat secara massif,” kata lembaga penelitian Veriied Market Research.

Dan ketiga, penyebaran kendaraan listrik (terutama bus) terus meningkat secara besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir karena pemberian subsidi pemerintah dan insentif keuangan lainnya.

Bus listrik BYD di Chile – dok.IES-Synergy

Pada sisi lain, pabrikan otomotif besar memasukkan bus listrik ke dalam portofolio produk mereka, karena mereka tak ingin tertinggal ketika pasar kendaraan listrik nantinya telah benar-benar terbentuk dan menguat di dunia.

Kini di pasar dunia diketahui ada sejumlah pabrikan bus listrik yang secara intensif menggelontorkan produknya ke berbagai belahan dunia. Mereka adalah Proterra Inc., Zhongtong Bus & Holding Company Limited, Solaris Bus & Coach SA, Beiqi Foton Motor Co. Ltd., dan Zhengzhou Yutong Bus Co. Ltd.

Pengecasan baterai bus listrik – dok.Sustainable Bus

Selain itu ada nama BYD Company Limited, Dongfeng Motor Corporation, AB Volvo, Tata Motors Limited, Ashok Leyland Limited, serta Olectra Greentech Ltd. (Din/Aa)