Okayama, Mobilitas – Proses menuju era penggunaan kendaraan bersumber tenaga dari listrik (elektrifikasi) saat ini terus terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Jepang yang merupakan negara “kandang” dari produsen perusahan otomotif sohor dunia.
Kini, pabrikan di negeri itu masih terus berupaya untuk mempertahankan kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE) tetap bertahan meski tujuan pemasyarakatan elektrifikasi yakni hilangnya emisi CO2 tetap terwujud.
Seperti dilaporkan laman Kyodo News dan Nikkei, Minggu (14/11/2021) lima pabrikan Jepang yakni Toyota, Subaru, Mazda, Kawasaki, dan Yamaha – bersepakat untuk secara bersama-sama mengembangkan bahan bakar alternatif. Bahannya mulai dari hidrogen hingga biomassa.
Sekadar catatan, biomassa adalah energi dari limbah makhluk hidup yang proses pemanfaatannya menggunakan senyawa organik. Biomassa dapat dijadikan sumber energi alternatif dengan bahan baku yang dapat terbarukan.
Dalam konferensi pers bersama itu, tiga pabrikan mobil sepakat untuk mengembangkan bahan bakar alternatif guna melampaui pencapaian kendaraan elektrfikasi dalam mewujudkan netral karbon. Sehingga kendaraan ICE yang mereka hasilkan tetap dipertahankan.
Sementara itu, Kawasaki dan Yamaha mengumumkan rencana untuk lebih mengembangkan mesin hidrogen untuk transportasi dan kendaraan roda dua. Dengan begitu kelima perusahaan bisa memberikan lebih banyak pilihan kepada konsumen selain kendaraan listrik baterai.
Pengumuman itu dilakukan di sela balapan mobil ramah lingkungan – berbahan bakar hidrogen – di trek balap Okayama, Jepang bagian Barat. Di ajang itu, Chief Executive Toyota Motor yakni Akio Toyoda ikut ambil bagian dengan menggeber mobil hidrogen di lintasan.
Beberapa waktu lalu Akio Toyota dalam kapasitasnya sebagai Ketua Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA) sempat melontarkan kritikannya terhadap kebijakan Jepang. Seperti dilaporkan Japan Times dan Automotive News, orang nomor satu di Toyota itu mengatakan jika Jepang melarang penjualan mobil ICE dan hanya menjual mobil listrik maka dampaknya terhadap industri sangat besar.
Menurut dia Jepang merupakan negara yang bergantung pada ekspor, sehingga netralitas karbon akan memilikikonsekwensi terhadap masalah ketenagakerjaan di Jepang.
“Beberapa politisi mengatakan bahwa kita perlu mengubah semua mobil menjadi EV atau industri manufaktur sudah ketinggalan zaman. Tapi menurut saya bukan itu masalahnya. Untuk melindungi pekerjaan dan kehidupan orang Jepang, saya pikir perlu untuk membawa masa depan kita sejalan dengan kondisi yang terjadi ada pada diri kita,” papar Toyoda.
Dia menyebut produksi 10 juta unit kendaraan saban tahun akan hilang, dan industri otomotif menghadapi risiko berupa memberhentikan 5,5 juta pekerjanya. Penghasilan dari ekspor pun lenyap, karena setengah dari jumlah mobil yang diproduksi itu selama ini diekspor ke berbagai negara.
“Karenanya, jika mereka (politisi) mengatakan mesin pembakaran internal adalah musuh, maka kami tidak akan dapat memproduksi hampir semua kendaraan,” tandas Toyoda. (Jrr/Aa)