Jakarta, Mobilitas – Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi awal Desember telah menyatakan rencana kementeriannya untuk memberlakukan aturan pelat nomor ganjil-genap di sejumlah lokasi saat libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 nanti. Tujuannya untuk mengurangi mobilitas masyarakat sehingga mencegah kerumunan orang.
“Strategi pengaturan lalu lintas perseorangan akan dilakukan sistem ganjil genap di wilayah aglomerasi, jalan tol, ibu kota provinsi, area tempat wisata, dan wilayah peningkatan mobilitas. Karena selama ini aturan ganjil-genap terbukti efektif mengurangi mobilitas dan menekan pergerakan kendaraan sampai 30%,” papar Budi dalam keterangan resmi yang dirilis Rabu (1/12/2021).
Rencananya ganjil genap di ruas jalan tol, rencananya akan dieberlakukan di empat titik, yakni ruas Tol Tangerang-Merak, ruas Tol Bogoriawi-Cigombong, ruas Tol Cikampek-Palimanan-Kanci, dan ruas Tol Cikampek-Padalarang-Cileunyi.
“Selain ganjil genap, juga ada opsi untuk diterapkan sistem buka tutup rest area, one way atau contraflow, serta random sampling di rest area atau di tempat-tempat yang ditetapkan,” sebut Menteri Budi.
Pengamat transportasi Budiyanto menyebut dari sisi aturan, pemberlakuan ganjil-genap tidak ada masalah alias diperbolehkan. “Tetapi bagaimana dampaknya yakni apakah manfaat positif yang lebih banyak atau malah sebaliknya, itu yang perlu kita kaji sebelum aturan seperti itu diterapkan,” papar dia saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Selasa (7/12/2021).
Pasalnya, keberadaan jalan tol sebagai akses dalam mobilitas menyangkut kepentingan atau hajat hidup orang banyak baik dalam hal sosial maupun ekonomi. Bahkan bisa terkait dengan aspek politik.
Jalan tol yang merupakan jalan bebas hambatan berbayar dipilih masyarakat dengan maksud untuk mendapatkan dispensasi atau keistimewaan pada saat melakukan mobilitas. Selain itu, tak sedikit juga masyarakat yang menggunakan jalan tol dalam rangka aktifitas ekonomi meski menggunakan mobil pribadi.
Karena itu, pembatasan-pembatasan yang dilakukan di jalan tol dampaknya bisa bermuatan ekonomi dan politis. “Jadi kita tidak bisa latah karena di jalan biasa bisa mengurangi tingkat pergerakan orang lalu kita terapkan di jalan tol. Perlu dikaji dengan cermat aspek sosial, ekonomi, hingga politiknya,” saran Budi.
Paling tidak kajian yang perlu dicermati adalah dampak yang secara matematis bisa terlihat. Misalnya apakah volume kendaraan pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan benar-benar berubah secara signifikan.
“Lalu apakah ada perubahan yang sangat besar dalam hal laju kecepatan kendaraan (yakni semakin meningkat setelah diterapkan ganjil-genap). Lalu waktu tempuh yang bertambah cepat atau tetap saja. Dan yang lebih penting adalah kajian yang menunukkan tumbuh tidaknya mindset masysrakat untuk berpindah dari kendaraan pribadi pindah ke angkutan umuil-genap),” papar mantan Kepala Subdit Gakkum DirektoraLalu Lintas Polda Metro Jaya itu.
Pernyataan serupa diungkap Ketua Bidang Advokasi Masyarakar Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijowarno. Menurut dia harus dipastikan apa tujuan penerapan aturan ganjil-genap di jalan tol dan area-area khusus tersebut.
“Apakah untuk mencengah dan mengurangi kemacetan atau untuk mencegah kerumunan orang? Karena orang masih bisa menyiasati dengan memilih tanggal perjalanan yang sesuai pelat nomor mobilnya. Artinya tingkat kemacetan maupun kerumunan hanya berpindah dari suatu hari ke hari lainnya,” ujar dia saat dihubungi Mobilitas, Selasa (7/12/2021).
Selain itu, tidak semua orang yang menggunakan jalan tol adalah mereka yang ingin berlibur tetapi ada keperluan lain yang mendesak. Bahkan ada yang beraktifitas untuk ekonomi produktif. (Jrr/Din/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id