Jakarta, Mobilitas – Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku tengah memperjuangkan agar insentif perpajakan berupa diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil yang memenuhi syarat bisa diberlakukan secara permanen.Meski mobil yang menikmatinya harus memenuhi syarat local purchase (kandungan lokalnya) minimal 80%.
“Ini mengingat peran dan kontribusi industri itu ke perekonomian nasional. Tidak hanya investasi yang ditanam saja, tetapi juga penyerapan tenaga kerja. Sekarang ini ada 21 industri kendaraan bermotor roda empat dan lebih berkapasitas produksi 3,5 juta unit per tahun. Sektor ini menyerap investasi Rp 150 triliun,” papar Agus di sela kunjungannya ke hajatan Gaikindo Indonesia International Autow (GIIAS) 2021 Surabaya, pada Kamis (9/12/2021).
Terlebih, lanjut Agus, insentif tersebut (yang telah berlaku sejak Maret hingga saat ini, dan akan berakhir 30 Desember) terbukti telah cespleng mendongkrak performa industri otomotif. “Selama periode Maret-November 2021, penjualan mobil mampu mencapai 487.000-an unit. Jumlah itu naik 71,02% dibanding periode sama tahun lalu,” kata dia dalam keterangan resmi yang dirilis Kementerian Perindustrian, Jumat (10/12/2021).
Pernyataan senada diungkap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, Taufiek Bawazier, yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (10/12/2021). Dia menegaskan insentif pajak akan menjadi perangsang industri yang sejak awal tahun lalu babak belur diterpa pandemi Covid-19.
“Memang, kalau insentif pajak diberikan terlihat ada cost (biayanya) yaitu potensi pendapatan yang hilang atau berkurang. Tetapi jika dihitung secara cermat pendapatan bagi negara yang akan diperoleh lebih besar,” kata dia.
Pasalnya, dengan insentif maka penyerapan produk yang dihasilkan industri oleh masyarakat juga meningkat. Dengan peningkatan tersebut maka volume dan kapasitas industri yang terpakai juga meningkat, walhasil Pajak Pertambahan Nilai juga akan meningkat.
“Ini memberikan multiplier effect yang besar juga di industri pendukung seperti komponen dan lain-lain, apalagi ada syaratnya local purchase minimal 80% kan. Penyerapan tenaga kerja di sektor industri terkait sampai dengan pajak kendaraan di daerah dan lain-lain,” imbuh Taufiek.
Kontradiktif
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut usulan agar diskon PPnBM diberlakukan secara permanen merupakan usulan kebijakan yang aneh dan kontraropduktif. Pasalnya, saat ini pemerintah membutuhkan pemasukan pendapatan.
“Dan pendapatan itu yang genuine itu salah satunya dari pajak. Dan ini belum maksimal, bahkan Kementerian Keuangan berupaya terus menggali sumber pajak baru, sekarang malah yang sudah ada dihilangkan. Artinya pemerintah sudah kehilangan sumber pendapatan, sehingga potential loss-nya tinggi,” paparnya saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (12/12/2021).
Selain itu, memberikan insentif bagi pembelian mobil bermesin pembakaran internal juga kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat beralih ke mobil ramah lingkungan baik hybrid maupun listrik. Padahal upaya seperti itu merupakan komitmen pemerintah terhadap dunia internasional untuk menghilangkan emisi karbon baik melalui perjanjanjian Paris maupun COP26 di Glasgow Inggris.
“Ada yang berdalih dengan diskon PPnBM sampai 100% penjualan naik dan pendapatan lain akan muncul dan lebih besar, jadi negara tidak dirugikan. Itu cara berpikir yang keliru, karena dengan situasi dan kondisi seperti sekarang dimana negara butuh pendapatan yang besar, alangkah baik jika dua-duanya ada yaitu dari PPnBM ada terus dan dari dampak penjualan juga masuk. Kalau kondisinya tidak memungkinkan dan mengharuskan PPnBM didiskon sebaiknya itu hanya sementara saja,” jelas Bhima.
Artinya, instrumen diskon pajak – khususnya diskon PPnBM 100% – memang berdampak ke penjualan mobil yang lebih baik. Namun, hal itu tidak berarti boleh dilanggengkan, tetapi hanya sebagai instrumen penolong di masa darurat saja. Jika dilanggengkan atau dibuat permanen maka negara akan kedodoran. (Wan/Din/Aa
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id