Tangerang, Mobilitas – Ban merupakan komponen kendaraan (khususnya) mobil yang sangat penting dan memiliki tugas berat, yakni menyangga total beban mobil plus barang maupun orang yang diangkut mobil. Selain itu, ban yang bertugas menjadikan mobil bisa menggelinding dan berjalan bersentuhan – atau tepatnya bergesekan – secara langsung dengan permukaan lintasan atau jalan.
Dengan tugas dan fungsi yang vital itu, maka keprimaan kondisi maupun perawatan ban sangatlah penting untuk diperhatikan. Termasuk dalam memperlakukan ban.
“Perlakuan terhadap ban yang dimkasud di sini adalah, kadar isian atau istilah teknisnya tingkat tekanan angin ban. Tingkat tekanan ini bukan hanya berkaitan dengan kenyamanan berkendara saja, tetapi juga keamanan mobil atau bahkan keselamatan pengguna mobil yakni supir dan orang-orang lain yang tengah berada di kendaraan tersebut,” papar pimpinan Asia Arasy Ban, Serpong Barat, Tangerang, Edy Kuncahyo, saat ditemui Mobilitas, Selasa (15/2/2022).
Mengingat pentingnya tingkat tekanan angin ban tersebut, maka semua pabrikan mobil memberikan rekomendasi kepada pemilik mobil buatannya dalam pengisian angin ban sebagai standar. Umumnya, rekomendasi itu diberikan dalam rupa sticker yang ditempel pada pilar B atau bagian belakang pintu sebelah kanan depan (tempat supir).
“Secara umum, tingkat tekanan angin ban yang ideal itu didasarkan pada jenis mobilnya. Dengan kata lain, untuk masing-masing jenis mobil berbeda tekanan anginnya,” kata Edy.
Untuk mobil sedan, umumnya tingkat tekanan ban depan – ban belakang adalah: 30 Psi – 33 Psi. Mobil MPV: 33 Psi – 36 Psi, lalu mobil SUV: 35 Psi – 40 Psi, dan City Car: 30 Psi – 36 Psi.
Potensi bahaya tinggi
Satu hal yang perlu diingat oleh pemilik atau pengguna mobil, kata Edy, adalah tingkat isian angin atau tekanan angin ban mobil bisa berkurang meski ban tak bocor sekalipun. Karena seiring dengan penggunaan mobil dimana ban harus bekerja keras menyangga dan bersentuhan dengan permukaan jalan yang menyebabkan suhu memanas, menjadikan angin di dalam ban memuai dan ketika mobil berhenti, volume angin berkurang.
“Meskipun sangat sedikit, tetapi kalau terjadi setiap saat, lama-lama berkurangnya volume angin juga banyak. Oleh karena itu, di sinilah perlunya mengecek tingkat tekanan angin ban secara rutin. Dan segera sesuaikan seperti standar jika telah berkurang banyak,” saran dia.
Berdasar serangkaian kasus dan pengalaman yang selama ini terjadi di masyarakat, kata Edy, tingkat tekanan angin ban yang kurang dari standar berakibat berkurangnya kenyamanan berkendara. Bahkan, berpotensi menjadikan berkendara dalam bahaya.
“Yang pasti, karena ban kurang angin itu seperti kempis, maka penampang permukaan ban yang bergesekan dengan permukaan jalan juga lebih banyak. Akibatnya, ban cepat rusak konstruksinya. Selain itu, karena ban yang seperti itu menjadikan laju mobil lebih berat maka dibutuhkan konsumsi bahan bakar yang lebih banyak atau boros,” terang bapak tiga anak tersebut.
Lebih dari itu, ban yang kurang angin menyebabkan lebih mudah slip hingga mobil tergelincir, mobil tidak seimbang, bahkan ban meledak karena bergesekan dengan permukaan jalan dengan suhu yang lebih panas. “Potensi kecelakaan pun sangat tinggi,” ujar pria yang pernah belajar tentang ban di perusahaan prinsipal ban di Jepang itu.
Akibat yang hampir serupa juga terjadi manakala abn kelebihan isian angin alias tekanan anginnya berlebih. Di antara akibat itu adalah, rem mobil tidak bisa berfungsi secara maksimal terlebih di lintasan jalan yang basah atau licin.
“Tentu ini sangat membahayakan bagi pengguna mobil itu maupun pengguna kendaraan lain di jalan. Apalagi, dengan tekanan angin ban yang berlebih kestabilan mobil juga terganggu, suspensi menjadi keras, dan bahkan ban bisa meledak yang berujung kecelakaan. Jadi, yang perlu diingat jika tingkat tekanan angin ban kurang atau berlebih, bisa berakibat sedih deh,” imbuh Edy. (Jrr/Aa)