Mobility

Truk ODOL Marak Dipicu Pengguna Jasa, Ini yang Bikin Mereka Jumawa

×

Truk ODOL Marak Dipicu Pengguna Jasa, Ini yang Bikin Mereka Jumawa

Share this article
Truk melintas di jalan tol - dok.Istimewa via NTMCpolri.info

Jakarta, Mobilitas – Beberapa pekan terakhir, publik Indonesia disuguhi berita-berita tentang maraknya penindakan truk Over Dimenssion Over Loading (ODOL) yang menimbulkan keresahan supir maupun pemilik truk dan berujung aksi demo. Sebab, kata supir dan pemilik, praktik over loading tak bisa dipisahkan dari peran pengguna jasa (pemilik barang) yang “memaksa” mereka mengangkut berlebih dari standar semestinya.

“Dari beberapa asosiasi pengemudi yang hadir dalam sharing yang kami lakukan (Kementerian Perhubungan dengan suoir mauoun pemilik truk di Jakarta, Kamis 23 Februari 2022 secara daring), rata-rata menyampaikan masalah tarif. Pengguna jasa meminta tarif untuk disepakati, tetapi dengan syarat truk mengangkut barang mereka lebih banyak, menjadi berlebihan,” papar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (25/2/2022).

Kadang-kadang, lanjut Budi, pemilik barang meminta truk mengangkut barang hingga 40 ton, meski secara fakta kapasitas maksimal truk mengangkut barang dan bobotnya hanya 30 ton. “Jadi ada kelebihan load sampai 10 ton. Ini yang tidak bisa dibenarkan,” tandas Budi.

Oleh karena itu, pria yang pernah menjadi Widyaiswara Korps Lalu-lintas Polri ini menyatakan akan melakukan penindakan yang adil dalam pemberantasan truk ODOL. Sanksi tidak hanya diberikan kepada supir dan pemilik truk saja tetapi juga kepada pemilik barang.

“Meskipun untuk preventif maraknya truk ODOL ini, kita juga terus mengedepankan soft power melalui sosialisasi kepada semua stakeholder, dan sekaligus mengajak semuanya untuk mermuskan bagaimana praktik ODOL itu bisa dihindarkan. Tetapi untuk yang sudah melakukan ya kita beri tindakan atau sanksi,” papar Budi.

Menjadi jumawa
Ketua Keamanan dan Keselamatan Indonesia (Kamselindo) Kyatmaja Lookman mengatakan praktik overloading sudah berlangsung lama dan semakin parah tingkatannya karena teknologi kendaraan yang semakin maju. Sehingga, lanjut dia, kendaraan memiliki daya angkut yang lebih tinggi akan tetapi belum diatur pelaksanaannya.

“Sehingga sampai sekarang praktik ini masih tinggi dan diduga menjadi penyebab kerusakan jalan hingga Rp 43 triliun. Dan bicara soal praktik seperti itu, tidak bisa dilepaskan dari peran pengguna jasa truk atau pemilik barang. Perusahaan angkutan barang di jalan memiliki posisi tawar lebih rendah daripada pengguna jasa,” papar dia saat dihubungi Mobilitas di Jakara, Kamis (24/2/2022).

Anehnya, hingga kini tidak ada satupun pasal pada Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dapat menjerat pengguna jasa seperti itu. Padahal, untuk pemilik kendaraan maupun operatornya (supir) seperti ditetapkan dalam pasal 27 Undang-undang itu, diberi sanksi pidana kurungan satu tahun atau denda sebesar Rp 24.000.000.

Petugas kepolisian melakukan pendindakan truk yang kedapatan mengangkut barang berlebih – dok.Korlantas Polri

Sehingga, pengguna jasa merasa “jumawa” karena tak tersentuh oleh hukum karena dasarnya memang belum ada. Terlebih, persaingan di pasar jasa angkutan barang juga semakin ketat, karena pemain banyak sementara pengguna tidak bertambah secara signifikan.

“Jadi inilah yang kemudian membuat pemilik barang merasa di atas posisinya daripada pemilik truk maupun supir. Jadi yang kami minta, itu keadilan. Tetapi bukan berarti akan membawa pelaku di sektor ini baik supor, pemilik truk, atau pengguna jasa masuk penjar, bukan itu. Tetapi bagaimana dengan sanksi yang ada itu, semuanya patuh terhadap aturan,” tandas pria yang juga CEO Lookman Djaja Group ini.

Kyatmaja berharap Kementerian Perhubungan mengeluarkan peraturan lanjutan dari Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, untuk mengatur lebih lanjut kontrak angkut antara perusahaan angkutan barang di jalan dengan pengguna jasa. Aturan baru itu diminta mengacu pada pasal ketentuan untuk tidak melakukan overloading, dan ketentuan untuk mengatur waktu bongkar-muat.

Truk kelebihan dimensi ukuran dan kelebihilan muatan alias ODOL – dok.TruckMagz.com

“Kemudian ketentuan untuk mengatur batasan pertanggung jawaban sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) khususnya Pasal 475,” imbuh Kyatmaja. (Fat/Aa)