Jakarta, Mobilitas – Penjualan mobil elektrifikasi – yakni mobil hybrid, Plug In Hybrid (PHEV), dan Battery Electric Vehicle (BEV) – selama dua bulan pertama atau di Januari hingga Februari tahun ini menunjukkan tren peningkatan alias meninggi. Total penjualan unit ke diler (wholesales) naik lumayan.
Data wholesales mobil jenis itu di Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dinukil Mobilitas, Jumat (18/3/2022) menunjukkan, jika di bulan Februari total penjualan mobil elektrifikasi masih sebanyak 131 unit, di bulan Februari mencapai 357. Artinya ada peningkatan jumlah wholesales sebanyak 226 unit.
Menariknya, dari total wholesales mobil elektrifikasi di bulan Februari tersebut 346 unit merupakan mobil hybrid. Sisanya, PHEV sebanyak 2 unit dan BEV mencapai 9 unit.
“Bahkan, kalau ditotal dalam dua bulan pertama yaitu Januari hingga Februari yang sebanyak 468 unit, mayoritas masih hybrid, sekitar 97%,” ujar Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (18/3/2022).
Mobil berteknologi hybrid masih yang terbanyak dipilih orang di jajaran produk mobil elektrifikasi, Jongkie menyebut karena harga mobil listrik murni (BEV) masih jauh lebih mahal. Selain itu, dengan teknologi hybrid, konsumen berpikir tak membutuhkan infrastruktur untuk mengecas baterai.
“Harus diakui, meski saat ini banyak pihak yang berusaha untuk membangun tempat pengecasan baterai mobil listrik, namun bagi masyarakat hybrid dianggap lebih pas, karena berbagai alasan. Pertama, daya jangkau mobil listrik (BEV) masih terbatas berdasar kapasitas atau kemampuan daya dukung baterai. Kedua, jika dilakukan pengecasan masih membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada isi bahan bakar minyak,” papar Jongkie.
Menurut dia, dari berbagai studi yang dilakukan berbagai lembaga di Indonesia, ternasuk Gaikindo, orang membeli mobil elektrfikasi khususnya hybrid karena menilai mobil berteknologi ini lebih efisien bahan bakar.
Mode listrik akan berfungsi ketika dalam kecepatan tertentu, dan mesin konvensional yang menggunakan bahan bakar akan mengisi baterai manakala daya alias cadangan setrum di baterai itu menipis atau nyaris habis.
“Jadi, faktor pragmatisme yaitu keefisienan (tak perlu repot sering isi BBM) menjadi pertimbangan utama dalam memiliki mobil hybrid. Soal ekologi, meskipun banyak yang paham, tetapi sepertinya belum begitu menjadi faktor utama dalam memilih mobil elektrfikasi,” kata mantan Presiden Direktur Hyundai Indonesia itu. (Din/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id