New Delhi, Mobilitas – Nilai penjualan bus listrik pada 2026 diperkirakan dua kali lipat dari 2022.
Hasil riset World New Resources Institute (WNRI) ang dikutip Mobilitas, Senin (5/9/2022) menyebut sepanjang 2021 total nilai pasar bus listrik mencapai US$ 26,68 miliar atau sekitar Rp 400 triliun. Lalu di tahun 2022 ini – dengan pertumbuahan rata-rata 11,3% – mencapai US$ 29,7 miliar atau sekitar Rp 443,2 triliun.
Sementara di tahun 2026, dengan asumsi pertumbuhan rata-rata tahunan 12,3%, nilai pasar mencapai US$ 47,31 miliar atau Rp 706 triliun.
“Asia Pasifik menjadi wilayah terbesar di pasar bus listrik pada tahun 2021 dan diharapkan menjadi wilayah dengan pertumbuhan tercepat dalam periode lima tahun berikutnya,” bunyi keterangan riset tersebut.
Penyerap bus listrik terbanyak adalah Asia-Pasifik, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Amerika Utara. Kemudian Amerika Selatan, Timur Tengah, dan Afrika. “Riset ini dilakukan di Australia, Brasil, Cina, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Jepang, Rusia, Korea Selatan, Inggris, dan Amerika Serikat,” sebut WNRI.
Bus yang dijual menggunakan berbagai jenis baterai. Mulai dari lithium-nikel-mangan-kobalt-oksida, hingga lithium-besi-fosfat dengan daya jangkau 320 kilometer (km) hingga 600 km sekali isi baterai.
Baterai yang digunakan berkapasitas 400 kWh dan di atas 400 kWh. Bus-bus digunakan di dalam kota maupun antar kota. (Swe/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id