Jakarta, Mobilitas – Balik nama kendaraan bermotor bekas yang berpindah tangan bukan sekadar untuk kepentingan hukum tetapi juga ekonomi nasional.
Namun sayang, seperti diungkap Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus, sampai saat ini banyak kendaraan bermotor – baik roda dua maupun roda empat – yang lalu-lalang di jalanan kota-kota maupun desa di Tanah Air yang data kepemilikannya tidak sesuai.
“Masih banyak kendaraan yang atas nama kepemilikannya tidak sesuai. Ada kendaraan pribadi yang atas nama perusahaan, ada kendaraan pribadi seseorang atas nama orang lain. Dengan kata lain, banyak kendaraan yang telah berganti hak kepemilikan, namun secara administrasi maupun keabsahan hukumnya masih atas nama pihak lain,” papar mantan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Pola Jawa Barat itu saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, belum lama ini.
Yusri menyebut ada berbagai alasan mengapa orang masih enggan melakukan balik nama kendaraan bermotor miliknya. Namun, yang paling banyak adalah karena alasan penghindaran pajak progresif yang menyebabkan beban biaya pajak yang mereka tanggung berlipat.
“Yang kedua, banyak dari masyarakat yang belum melakukan balik nama itu mengatakan biaya balik nama itu mahal. Selain itu, mereka menyebut proses balik nama itu ribet. Oleh karena itu, sudah lama dan berkali-kali kami usulkan agar biaya balik nama itu digartiskan atau dibebaskan,” ujar Yusri.
Sebab, lanjut Yusri, ada sederet manfaat jika balik nama kendaraan itu dilakukan. Manfaat taka hanya dirasakan oleh pemilik kendaraan saja, tetapi juga aparat hukum (terutama kepolisian) maupun negara.
“Yang pertama, adanya tertib administrasi soal keabsahan kepemilikan kendaraan bermotor sehingga perlindungan dan kepastian hukum lebih pasti,” ujar Yusri.
Lalu yang kedua, kata Yusri, untuk mempermudah penyidikan ketika ada tindak kejahatan yang melibatkan kendaraan bermotor. Ketiga, manajemen kapasitas dan kebutuhan lalu lintas dan angkutan jalan khususnya dalam rangka memproyeksikan daya dukung kapasitas jalan terhadap populasi kendaraan.
“Dengan demikian, akan tersedia data empiris yang benar-benar riil untuk pengembangan infrastruktur jalan maupun saran pendukungnya. Jika itu terjadi maka kemacetan juga bisa diatasi, sehingga produktifitas masyarakat meningkat dan pertumbuhan ekonomi riil juga terjadi,” jelas Yusri.
Keempat, membantu kemudahan perencanaan pembangunan sektor industri baik yang berkaitan sektor otomotif maupun saran pendukung yang terkait. Sebab, dengan kepastian data maka perencanaan pembangunan termasuk pengembangan industri yang terkiat akan lebih pasti, sehingga proyeksi yang dilakukan jauh lebih akurat. (Jap/Aa)