Singapura, Mobilitas – Pemerintah Singapura melalui Badan Lingkungan Nasional (NEA) Jumat (6/4/2021) lalu telah menerbitkan ketentuan melarang penggunaan semua sepeda motor berusia tua untuk wira-wiri di jalanan.
Beleid menyebut – untuk saat ini – mulai 1 Juli 2028 atau tujuh tahun lagi, semua motor yang terdaftar sebelum 1 Juli 2003, tak boleh lagi dipakai.
Seperti dilaporkan The Straits Times dan Today Online, belum lama ini, NEA memberikan batas akhir penggunaan motor kategori itu hingga 30 Juni 2028. Tujuannya menurunkan alias mengebiri tingkat polusi udara si seluruh kawasan negeri.
“Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas udara di Singapura karena sepeda motor usia tua ini menghasilkan lebih banyak polutan udara,” bunyi pernyataan lembaga itu.
Pemerintah Negeri Merlion itu memberi opsi kepada pemilik motor tua, mengekspornya ke negara lain atau menjadikannya besi tua dengan di-scrap. Sebagai imbalan, pemerintah memberi pemilik Sing$ 3.500 atau sekitar Rp 37,7 juta.
NEA mengatakan dalam studi yang dilakukannya menunjukkan, saat ini populasi sepeda motor di Singapura hanya 15% dari total populasi kendaraan bermotor. Namun, kendaraan bermotor roda dua ini menyumbang lebih dari 53% terhadap total emisi karbon monoksida kendaraan.
Prosentase itu dihitung dari populasi sepeda motor, standar emisi masing-masing jenis sepeda motor, jarak tempuh yang ditempuh pengendara, hingga kubikasi mesin yang disandangnya.
Penolakan
Namun, tak sedikit pemilik sepeda motor yang menolak dasar alasan NEA itu, bahkan menolak peraturan seperti ini diberlakukan. Ketua Grup Sepeda Motor Klasik Singapura, Marco Xu, adalah salah satunya.
Pria yang merupakan insinyur perangkat lunak ini mempertanyakan data yang dirilis NEA untuk emisi karbon sepeda motor. Menurut dia, data yang disodorkan lembaga itu bias sehingga meragukan.
“Data yang diberikan oleh NEA perlu lebih dirinci. Karena para pemilik sepeda motor bingung, bagaimana bisa kendaraan merek yang bermesin kecil (dan populasinya hanya 15% dari total kendaraan bermotor di negara itu) menyumbang emisi karbon yang begitu besar,” ujar dia.
Marco menyebut sedikitnya 1.000 sepeda motor milik anggotnya grupnya bakal terkena dampak aturan anyar ini. Lebih dari itu dia mempertanyakan bagaimana dengan motor yang berumur tua tetapi tingkat emisi karbonnya memenuhi satndar yang ditetapkan NEA.
Pernyataan senada diungkapkan Direktur Ban Hock Hin – sebuah perusahaan spesialis sepeda motor – Rex Tan. Dia mempertanyakan bagaimana dengan kolektor sepeda motor tua yang bernilai tinggi.
“Apakah motor-motor tua koleksinya yang bernilai tinggi harus dibuang, dengan imbalan seperti yang dijanjikan Sing$ 3.500)? Banyak orang (kolektor) yang telah berinvestasi besar-besaran untuk mesin (motor) ini, dimana motor yang dikoleksi itu merupakan bagian dari warisan dalam industri sepeda motor. Tapi aturan baru menghapus semua sejarah dan budaya itu,” papar dia.
Sebelumnya, pada saat pertama kali aturan ini disosialiasikan pada akhir tahun 2018, sudah ditentang oleh pemilik sepeda motor. Bahkan merek menggalang petisi secara online.
Inisiator dari petisi ini adalah Joseph Tan, seorang pecinta sepeda motor di Singapura. Pada saat itu, 28 Desember 2018, atau hanya sehari setelah penggalangan petisi digelar sudah terkumpul 1.500 tanda tangan, dan dari hari ke hari semakin bertambah.
“Target utamanya (petisi ini) adalah untuk mencabut larangan menyeluruh dan menjaga standar pemeriksaan (emisi karbon) yang digunakan saat ini,” ucap dia. (Din/Aa)