Jakarta, Mobilitas – Kasus pecah ban saat mobil melaju kencang di jalan tol kerap terjadi dan berakibat fatal dan bahkan mengakibatkan korban jiwa. Selain mengantuk dan kelelahan, kasus pecah ban menjadi salah satu penyebab terbanyak kecelakaan di jalan bebas hambatan.
“Bahkan di tahun 2020 dan 2021, kasus pecah ban yang berakibat kecelakaan di jalan tol cukup tinggi. Dari kasus pecah ban itu 80% di antaranya diakibatkan oleh takaran tekanan angin ban yang kurang dari standar yang direkomendasikan pabrikan kendaraan. Kasus terbanyak terjadi di tol Cipali,” ungkap Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Rabu (27/4/2022).
Dari sejumlah investigasi kasus kecelakaan yang terjadi selama ini, lanjut Wildan, diketahui ban yang bertekanan angin kurang dari standar mengalami fatigue (kelelahan alias dayanya sangat melemah dalam menyangga beban mobil). Sementara, di saat bersamaan komponen ini harus bergesekan dengan permukaan jalan yang keras dan bersuhu tinggi, sehingga pecah pun tak terelakkan.
Selain, faktor tekanan angin yang kurang dari standar, pecahnya ban juga dikarenakan oleh usia pakai yang telah habis alias aus. Tapak ban yang telah menipis seiring dengan usia atau masa pakai, juga rawan menjadikan anyaman kawat yang merupakan konstruksi dasar ban putus, sehingga menjadi ban benjol.
“Benjolnya ban itu menjadi titik utama gesekan antara tapak ban dengan permukaan jalan yang paling rawan dan menjadi pemicu pecahnya ban,” ujar Senior Advisor Utama Jaya Ban, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Haris Fadilah, saat ditemui Mobilitas, Rabu (27/4/2022).
Jika ban telah mulai menipis tapaknya, lanjut Haris, harus diganti. Sedangkan untuk mencegah tapak ban menipis sebelum waktunya, pemilik kendaraan harus rajin dan secara berkala memeriksa tekanan angin ban.
“Selain itu. Jangan lupa melakukan rotasi ban agar pemakaian permukaan ban itu teradi secara merata. Caranya ban depan bagian kanan dipindah ke sisi kiri belakang. Bagian kiri depan dipindah ke bagian kanan belakang, dengan sisi luar ban yang dibuat bergantian,” ujar dia.
Sedangkan gejala-gejala yang mengindikasikan ban rawan pecah ketika mobil dipacu di jalan bebas hambatan dengan kencang, kata pendiri dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting Jusri Pulubuhu saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, kamis (28/4/2022), salah satunya adalah mobil terasa memantul. Bahkan di saat tekanan angin ban sesuai standar.
Sedangkan jika tekanan angin ban kurang, laju mobil akan terasa berat karena gesekan antara permukaan ban dengan permukaan jalan yang lebih luas. Gesekan inilah yang memicu terjadinya karet ban robek atau pecah.
“Jika mengalami pecah ban, langkah pertama yang harus dilakukan adalah jangan panik, tetap kendalikan mobil dengan mengurangi lajunya secara perlahan, angkat kaki dari pedal gas. Jangan pula direm karena mobil bisa melintir. Pastikan arah mobil tetap lurus sampai melambat, setelah itu segera nyalakan lampu sein dan arahkan mobil menepi ke bahu jalan,” papar Justri. (Jrr/Swe/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id