BI Rate Turun Tak Serta Merta Bikin Penjualan Mobil Meningkat, Ini Penyebabnya

Ilustrasi, membeli mobil secara kredit - dok.Istimewa

Jakarta, Mobilitas – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar 17 – 18 September lalu menyepakati untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) dari 6,25 persen menjadi 6 persen.

Sejumlah pelaku industri pembiayaan kredit menyebut kebijakan itu memberi harapan terpicunya penyaluran pembiayaan kredit kendaraan bermotor. Pasalnya, dengan diturunkannya BI Rate tersebut, maka perusahaan pembiayaan akan mengerek turun besaran bunga kredit bagi nasabah.

Perusahaan pembiayaan mengerek turun bunga kredit karena dana yang mereka pinjam dari bank untuk membiayai kredit konsumen juga turun, sejalan dengan turunnya BI Rate itu. Salah satu pelaku industri pembiayaan yang mempercayai dampak itu adalah Chief Executive Officer (CEO) Astra Credit Company, Hendry Christian Wong.

Menurut dia, jika suku bunga kredit turun maka daya beli masyarakat akan tumbuh, sehingga permintaan kredit mobil pun akan ikut tumbuh. Terlebih, sebagian besar pembelian mobil di Indonesia dilakukan dengan cara kredit.

“Dan ini (penurunan BI Rate) diharap berdampak positif ke cost of financing (biaya bunga dari bank yang dipinjamkan ke perusahaan pembiayaan untuk mendanai kredit konsumen, karena sumber dana perusahaan pembiayaan berasal dari pinjaman ke bank. Sehingga, harapannya ini memberi ruang bagi teman-teman di industri (pembiayaan) otomotif untuk menawarkan paket kredit yang atraktif (menarik),” papar Hendry dalam Astra Media Day, yang digelar di Jakarta, Kamis (19/9/2024).

Ilustrasi, salah satu mobil Kia yakni Kia Seltos yang dipamerkan di GIIAS 2024 – dok.Mobilitas

Namun, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Kamis (19/9/2024) menyebut persoalannya tidak sesederhana itu. Menurut dia, meski BI Rate turun dan ditetapkan sejak September 2024, namun tak serta merta pada hari itu juga suku bunga kredit dari bank akan turun.

Setidaknya, lanjut Bhima, perlu waktu tiga bulan untuk membuat kebijakan menurunkan atau tidak suku bunga kredit bagi bank. Jadi kalau BI Rate turun diumumkan pada September dampaknya baru terlihat pada Desember.

“Mengapa? Karena dari beberapa disakusi dengan teman-teman praktisi perbankan soal ini, mereka menyebut untuk menurunkan suku bunga kredit, mereka harus menurunkan dulu suku bunga simpanan atau uang tabungan masyarakat di bank,” papar Bhima.

Penurunan suku bunga simpanan itu harus dilakukan terlebih dahulu, agar bank mempunyai spread of margin (tingkat selisih keuntungan antara bunga yang mnereka bayarkan untuk simpanan nasabah dengan tingkat bunga kredit yang mereka berikan) yang lebih besar. Dengan begitu mereka bisa untung.

“Iya doong, kan bunga dapat untungnya dari bunga kredit. Nah, proses penurunan bunga simpanan itu tidak mudah prosesnya, karena menyangkut sumber keuangan bank dari masyarakat (atau Dana Pihak Ketiga/DPK). Kalau bunga simpanan turun, orang juga tidak tertarik menyimpan duit di bank,” tandas Bhima.

Ilustrasi, kantior Bank Indonesia – dok.Istimewa

Persoalan kedua terkait dengan minat orang membeli mobil secara kredit saat ini, bukan hanya soal bunga kreditnya saja, tetapi daya beli mereka. Dari hasil kajian CELIOS maupun sejumlah lembaga riset menunjukkan tingkat daya beli kelas menengah Indonesia saat ini melemah.

“Biaya hidup meningkat, tetapi pendapatan tetap. Sementara, mobil itu bukan kebutuhan utama. Sehingga, bukan sesuatu yang sifatnya mendesak untuk dibeli. Kalau duitnya saja kurang, masak mau beli mobil. Lha untuk biaya hidup saja pendapatan sudah habis. Jadi intinya faktor daya beli, sejauh daya beli masih lemah, pembelian mobil masih jadi masalah,” tandas Bhima. (Aan/Tis/Aa)