Mobility

Biosolar B40 Mulai Berlaku 1 Januari 2025, Ini yang Harus Diwaspadai Pengguna

×

Biosolar B40 Mulai Berlaku 1 Januari 2025, Ini yang Harus Diwaspadai Pengguna

Share this article
Biodiesel - dok.Tirto-2 via APROBI

Jakarta, Mobilitas – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan resmi menerapkan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Biosolar dengan campuran minyak sawit 40 persen atau Biosolar B40 (B40) mulai 1 Januari 2025.

Kebijakan itu didasari Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konvervasi Energi Kementerian ESDM Nomor 148 Tahun 2024 tentang peralihan dari B35 menjadi B40. Lantas bagaimana karakter Biosolar B40 ini?

Dosen Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (30/12/2024) menyebut karakter khas dri BBM B40 itu adalah penyerapan uap air yang lebih tinggi. “Sehingga, kadar air di bahan bakar B40 ini mencapai 1,54 ppm per hari. Keberadaan unsur ini menjadi medium bagi bakteri, jamur, dan lainnya untuk tumbuh. Munculah emulsi atau gel di BBM itu,” ungkap Tri.

Jika gel tersebut terhisap oleh pompa bahan bakar, maka filter bahan bakar akan tersumbat. Walhasil, volume pasokan bahan bakar ke ruang bakar mesin untuk menghasilkan tenaga juga lebih sedikit.

“Akibatnya, tenaga atau daya kendaraan berkurang. Tapi ini ada solusinya, filter harus sering dibersihkan, atau bahkan harus diganti,” kata Tri.

Ilustrasi, truk yang melintas di jalan tol – dok.Mobilitas

Selain masalah munculnya endapan gel, aspek minus dari Biosolar B40 adalah rendahnya nilai kalor yang dihasilkan. Artinya, untuk menghasilkan besaran tenaga yang sama (dengan BBM sejenis namun dengan kadar campuran minyak sawit yang lebih rendah) dibutuhkan BBM B40 yang lebih banyak.

Sehingga, secara volume kebutuhan maupun penggunaan, BBM B40 lebih boros. Selain itu, sisa bahan bakar (B40) di ruang bakar ketika mesin mati berpotensi menjadi endapan kotoran, sehingga menyebabkan volume bahan bakar di ruang bakar menjadi lebih sedikit.

“Tetapi, untuk menyiasatinya bisa digunakan zat aditif,” tandas Tri Yuswidjajanto.

Sementara, Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (30/12/2024) menyebut kekurangan pada B40 itu tentu akan menjadikan pengusaha untuk mengeluarkn biaya tambahan.

“Misalnya untuk penggantian filter dan penggunaan zat aditif. Apalagi, konsumsi BBM lebih boros ya. Oleh karena itu, untuk truk baru, ini menjadi tantantan industri kendaraan untuk menghasilkan inovasi menghadapi permasalahan ini. Sebab, pengembangan Biosolar kan tidak berhenti di B40 saja, bahkan nanti bisa B100,” ujar Gemilang. (Anp/Aa)