Jakarta, Mobilitas – Dalam tiga bulan terkahir (Juni hingga Agustus) setidaknya ada tiga kasus kecelakaan horor yang dialami bus milik Perusahaan Otobus (PO) Sugeng Rahayu.
Data dari berbagai sumber termasuk di sejumlah Kepolisian Resor (Polres) – khususnya Polres Ngawi, Polres Sidoarjo, dan Polres Jombang – di Jawa Timur yang dinukil Mobilitas, di Jakarta, Kamis (31/8/2023) setidaknya ada tiga kasus kecelakaan adu bateng (adu kepala dengan kepala) yang dialami oleh bus PO tersebut. Kasus terjadi selama tiga bulan terakhir saja yakni Juni – Agustus 2023.
Pertama, pada 9 Juni 2023, bus Sugeng Rahayu bernomor polisi W 7079 UZ menabrak truk (adu banteng dengan ) truk tronton AG 8842 EB di jalur Ring Road Ngawi, di wilayah Desa Beran, Ngawi pada pukul 03.30 WIB.
Kedua, kecelakaan bus Sugeng Rahayu bernomor polisi W7490 UP terjadi di Jalan Raya Mojokerto – Surabaya Desa Seduri, Kecamatan Balongbendo, Sidoarjo, Jumat (30/06/2023). Bus yang melaju dari arah Mojokerto menuju Surbaya itu beradu banteng dengan truk Hino.
Ketiga, terjadi di desa Tambakromo, kecamatan Geneng, Ngawi, Jawa Timur, Kamis (31/8/2023) dini hari. Bus Sugeng Rahayu dari arah Surabaya menuju Yogyakarta beradu banteng dengan bus cepat Eka yang melaju dari arah sebaliknya.
Bus diduga menghindari penyeberang jalan dan pengemudi tak bisa mengendalikan bus yang melaju kencang. “Dua bus ini adu banteng, Jalan Raya Ngawi-Maospati Km 9-10, Ngawi, tepatnya di depan Puskesmas Geneng. Data awal korban itu ada 17 korban, yaitu 3 orang meninggal dan 14 terluka termasuk seorang pejalan kaki,” kata Kapolres Ngawi AKBP Argowiyono di lokasi kejadian, Kamis (31/8/2023) seperti dilansir laman NTMC Polri dan dikutip Mobilitas, di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Menanggapi terus berulangnya kasus tabrakan adu banteng bus dengan bus maupun dengan kendaraan lainnya, investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan menyebut kejadian itu dipicu dua hal. Pertama, pengemudi yang tidak ugal-ugalan memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi sehingga sulit terkendali saat ada kondisi darurat.
Kedua, kondisi alur jalan dengan dua laju dua arah tanpa pemisahan alias mix traffic (yakni campur antar lalu-lintas lokal dengan lalu-lintas antar kota yang umumnya kerkecepatan tinggi). Lajur seperti ini sangat rentan memunculkan potensi tabrakan antar kendaraan dari dua arah yang melaju kencang.
“Kondisi banyak terdapat di Indonesia. Jadi, ini kita tidak bicara secara spesifik kecelakaan di Geneng, Ngawi, Jawa Timur ya. Tetapi secara keseluruhan dari kasus-kasus terjadinya tabrakan adu banteng di jalanan Indonesia, meskipun yang bus Sugeng Rahayu dan bus Eka di Ngawi itu termasuk di dalamnya. Jadi yang saya sebut ini penyebab secara umum,” papar Wildan saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Dua kondisi tersebut bertambah parah karena perilaku pengguna jalan – mulai dari pejalan kaki, pesepeda, pesepada motor, hingga pengemudi mobil hingga bus – yang tidak tertib. Di jalanan yang yang tidak lebar pun masih tancap gas demi mengejar waktu perjalanan.
Wildan menyodorkan penelitian dan kajian yang dilakukan KNKT yakni yang tertuang di laporan KNKT 18.04.08.01 dan diterbitkan pada 21 Juli 2020 lalu. Di laporan itu disebut karakteristik lalu lintas di lokasi mix traffic sangat berpotensi menimbulkan hazard dan berisiko terjadi konflik lalu lintas saat kendaraan saling berhadapan.
“Oleh karena itu, kami (KNKT) sangat menggarisbawahi pentingnya pemisahan antara lalu-lintas dari terusan jalur Solo-Ngawi atau di jalur lain (di Jawa Timur) dan sebaliknya, dengan lalu-lintas di arus lokal. Sehingga potensi konflik lalu-lintas di lokasi seperti itu bisa dihindarkan,” tandas Wildan. (Yus/Aa)