Demi Efisiensi, Subaru Tutup Pabrik Perakitan di Thailand dan Malaysia

Ilustrasi, All New Subaru Forester - dok.Istimewa

Hong Kong, Mobilitas – Kebijakan anyar Subaru di Asia Tenggara itu diajukan Tan Chong International Limited (TCIL) bersama Subaru Corporation ke Bursa Efek Hong Kong pad 24 Mei lalu.

Seperti diketahui, TCIL merupakan induk Motor Image Group (distributor Subaru di Asia) yang pada 2017 membentuk Tan Chong Subaru Automotive Thailand (TCSAT) dan mendirikan pabrik perakitan di Thailand. Pabrik ini merupakan pabrik Subaru ketiga di dunia yang memproduksi mobil Subaru.

Sementara pabrik lainnya milik Subaru di Asia Tenggara ada di Malaysia yang didirikan Tan Chong Motor Assemblies Malaysia (TCMAM). Namun, pabrik itu merupakan pabrik perakitan (bukan produksi penuh mobil) yang beroperasi sejak tahun 2012, dan hingga kini hanya merakit satu model yaitu Subaru XV.

Laporan laman Paultan, yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (3/6/2024) menyebut pabrik di Thailand memproduksi (penuh) Subaru Forester yang ditujukan untuk pasar dalam negeri Thailand, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam. Namun keduanya – pabrik Thailand maupun Malaysia – akan dihentikan operasinya secara total pada tahun 2025 nanti.

“Setelah mempertimbangkan dengan cermat, TCIL dan Subaru Corporation bersama-sama memutuskan untuk menjalani transformasi bisnis proaktif dengan menghapus secara bertahap model bisnis CKD yang ada, yang diyakini tidak lagi berkelanjutan dalam jangka panjang,” bunyi penjelasan Subaru ke Bursa Efek Hong Kong.

Ilustrasi, emblem Subaru – dok.Istimewa

Sebagai gantinya, semua model Subaru yang dijajakan di Asia Tenggara akan didatangkan dalam wujud utuh dari Jepang. “Mulai tahun depan (2025) pasar CKD (mobil yang dirakit di lokal) di Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja akan beralih ke model penjualan full build up (CBU),” kata Subaru.

Menyinggung langkah Subaru ini, analis industri di Bursa Efek Hong Kong Anthony Lee menyebut langkah Subaru itu sangat realistis mengingat peta persaingan pasar mobil di Asia Tenggara yang kini mulai berubah seiring gencarnya serbuan pabrikan Cina.

“Produk dari Cina menawarkan model-model yang sejenis dan sekelas dengan teknologi sumber tenaga yang sejalan dengan tuntutan zaman yaitu era elektrifikasi telah mengubah peta persaingan di pasar Asia Tenggara. Dominasi pabrikan Jepang yang mengusai 85 persen lebih pangsa pasar, kini mulai terkikis, dan mengharuskan pabrikan melakukan rekalkulasi untuk mencapai efisiensi guna meningkatkan daya saing. Itu juga dilakukan Subaru,” ungkap Lee. Seperti dilansir The Asia Business Insight.

Sekadar informasi, saat awal pertama memproduksi Subaru Forester di Thailand dan Subaru XV di Malaysia, penjualan pabrikan ini langsung moncer karena kedua mobil itu laku hingga 23.000 unit. Terlebih Subaru merancang kehadiran dua pabrik itu agar penjualannya di Asia Tenggara mencapai 50.000 unit pada tahun 2025. (Din/Aa)