Di Tiga Kondisi Ini Mobil Otonom Lebih Berpotensi Kecelakaan, Ini penyebabnya

Mobil otonom - dok.Biotifor

California, Mobilitas – Kesimpulan itu diungkap dari hasil penelitian University of Central Florida di California, Amerika Serikat yang merupakan pusat pengujian mobil otonom atau mobil yang bisa melaju tanpa keterlibatan supir karena dukungan teknologi.

Laporan penelitian yang dipublikan Nature Communications yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Selasa (25/6/2024) menyebut kendaraan otonom memiliki standar keselamatan yang sangat tinggi. Salah satu argumen utama pabrikan untuk mengarahkan orang agar menggunakan teknologi otonom pada kendaraan mereka adalah karena penciptaan teknologi itu bertujuan untuk menghilangkan kesalahan manusia saat mengemudi.

“Tetapi, kita seringkali lupa bahwa akar penyebab dari situasi berbahaya itu adalah kecerobohan atau ketidak dispilinan manusia dalam mengemudi,” bunyi keterangan itu.

Para peneliti kemudian mempelajari 2.100 laporan kecelakaan yang melibatkan mobil berteknologi otonom (teknologi selfdriving) yang didata oleh Lembaga Keselamatan Jalan Raya Nasional (NHTSA) Amerika Serikat dan Departemen Kendaraan Bermotor California. Kemudian meneliti laporan 35.000 kasus kecelakaan yang melibatkan mobil yang dikemudikan manusia.

Dari data-data tersebut akhirnya ditemukan data 548 kasus kecelakaan – baik yang melibatkan mobil berteknologi otonom maupun yang dikemudikan sepenuhnya oleh manusia – dengan penyebab, kondisi waktu, maupun lokasi yang sama. Dengan kesamaan variabel-variabel tersebut, kasus kecelakaan yang melibatkan mereka dibandingkan.

Penggunaan teknologi otonom mobil – dok.Forbes

Hasilnya, para peneliti menemukan fakta bahwa mobil otonom lima kali lipat ;lebih berpotensi mengalami kecelakaan saat fakar atau pada saat pagi hari, serta pada saat senja hari (sore hari menjelang malam). Selain itu hampir dua kali lebih banyak terlibat kecelakaan pada saat berbelok.

Menanggapi temuan itu, peneliti dari Universitas Stanford, J. Christian Gerdes, mengatakan mobil otonom mengalami kasus seperti itu dikarenakan keterbatasan dalam sensor pencitraan. Sedangkan penyebab mereka banyak mengalami kecelakaan saat berbelok dikarenakan oleh terbatasnya kemampaun dalam memprediksi perilaku pengemudi kendaraan lain.

Sementara, peneliti dari Universitas George Mason, Missy Cummins, kepada majalah New Scientist menyebut laporan kecelakaan kendaraan otonom selama ini bias dan hanya seringkali menyalahkan pengemudi. Oleh karena itu, penelitian harus lebih sering dilakukan dengan memperbanyak variable.

Sedangkan kepada pembuat kebijakan lalu-lintas, dia menyarankan agar membuat aturan yang masuk akal. Aturan harus menyatakan kapan waktu yang pas teknologi otonom itu boleh digunakan. (Din/Aa)