Jakarta, Mobilitas – Setelah ditunggu hampir tiga bulan – sejak November 2021 – pemerintah akhirnya menyetujui perpanjangan program Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) alias diskon tarif PPnBM. Mobil yang diberi diskon jenis mobil murah ramah lingkungan (LCGC) dengan banderol di bawah Rp 200 juta dan mobil berharga Rp 200 juta – Rp 250 juta.
Patokan besaran PPnBM yang menjadi acuan untuk pemberian diskon adalah tarif yang ditetapkan berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2021 yang berlaku efektif sejak 16 Oktober 2021. Penetapan tarif PPnBM berdasar tingkat emisi gas buang yang dihasilkan.
Berdasar beleid itu itu, mobil listrik tidak dikenai PPnBM alias 0%, sedangkan LCGC yang sebelumnya tidak dikenai PPnBM berdasar Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/2013, kini berdasar PP Nomor 74/2021 dikenai PPnBM sebesar 3%. Sedangkan mobil-mobil konvensional lainnya dikenai PPnBM berdasar tingkat emisi gas buangnya hingga 15%.
Besaran diskon yang diberikan untuk LCGC pun bertahap. Seperti diungkap Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, saat menyampaikan keterangan pers hasil Rapat Terbatas Evaluasi PPKM, di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
“Bapak presiden telah menyetujui bahwa diberikan juga fasilitas tarif PPnBM yang ditanggung pemerintah khusus untuk sektor otomotif dengan harga penjualan di bawah Rp200 juta atau yang kita kenal sebagai LCGC (Low Cost Green Car). Di kuartal pertama (Januari-Maret) diberikan fasilitas 0%, artinya (tarif PPnBM) sebesar 3% ditanggung pemerintah (diskon 100%),” ungkap dia.
Selanjutnya, di kuartal kedua (April-Juni), PPnBM LCGC yang ditanggung pemerintah hanya sebesar 2%, dan 1% sisanya dibayar konsumen. Lalu di kuartal ketiga atau Juli – September, konsumen membyar 2% PPnBM karena yang 1% masih ditanggung pemerintah, dan di kuartal akhir Oktober – Desember semua tarif PPnBM mobil itu – yakni 3% – dibayar oleh konsumen.
Sedangkan untuk mobil berbanderol Rp 200 juta – Rp 250 juta, besaran diskon PPnBM yang diberikan hanya 50% atau setengah dari yang semestinya harus dibayar yakni 15%. Itu pun hanya berlaku selama kuartal pertama (Januari – Maret) saja, dan untuk kuartal kedua hingga akhir tahun sepenuhnya harus dibayar konsumen.
“Sehingga di periode itu (Januari – Maret) masyarakat membayar 7,5% (atau setengah dari tarif PPnBM seharusnya dibayar konsumen, yang sebesar 15%),” ujar mantan Menteri Perindustrian di periode pemerintahan Presiden Joko Widodo itu.
Kompromi
Menanggapi kebijakan baru itu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (17/1/2022) mengatakan keputusan pemerintah itu terlihat sebagai keputusan jalan tengah alias kompromi.
“Saya belum melihat salinan dari keputusan ini ya. Tetapi kalau mendengar pernyataan dari Menko Perekonomian, penetapan tarif itu telah mengacu pada aturan baru yang telah ditetapkan yakni PP Nomor 74 tahun 2021 yang berdasar tingkat emisi gas buang. PP itu kan dimaknai sebagai pendorong pemasyarakatan mobil ramah lingkungan atau listrik,” kata dia.
Dengan tetap mengenakan tarif di periode selanjutnya – kuartal kedua hingga keempat- kebijakan ini akan tetap memberikan rasa fair ke mobil listrik yang tidak dikenai tarif PPnBM, agar tetap lebih menarik bagi konsumen. “Karena bagaimana pun, pemasyarakatan mobil listrik yang juga dikumandangkan pemerintah juga harus tetap didorong. Sehingga antara pemberian diskon PPnBM dengan PP Nomor 74/2021 itu logikanya harus nyambung, sinkron,” kata mantan ekonom INDEF itu.
Sekadar catatan, mobil yang masuk kategori LCGC dan masih eksis di pasar mobil Indonesia ada beberapa. Mereka adalah Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Toyota Calya, Daihatsu Sigra, dan Honda Brio Satya. (Jrr/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id