Jakarta, Mobilitas – Kondisi udara di Indonesia tercatat terus memburuk sejak dua dekade terakhir dan saat ini berada di peringkat ke-20 negara dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut Air Quality Live Index (AQLI). Selain sektor industri, penyumbang polusi terbesar adalah sektor transportasi.
Menurut Koalisi Ibukota (Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) – merujuk data AQLI – sebanyak 91% penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman. Batasan tersebut ditetapkan oleh World Health Organization (WHO).
“AQLI mencatat kota metropolitan Jakarta saat ini memiliki konsentrasi PM2.5 enam kali lipat lebih tinggi dari batas aman yang ditetapkan WHO,” bunyi keterangan resmi Koalisi, Sabtu (5/6/2021).
Jika kondisinya terus memburuk, maka 11 juta penduduk Jakarta bisa kehilangan angka harapan hidup selama 5,5 tahun. Sebaliknya, apabila tingkat pencemaran udara turun, maka harapan hidup orang Jakarta bisa meningkat hingga dua tahun.
WHO, sebut koalisi itu, menetapkan rata-rata konsentrasi per tahun dari polutan udara atau Particullate Matter (PM2,5) tidak boleh melebihi 10 mikron per meter kubik. Seperti diketahui, PM2,5 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau 30 kali lebih kecil dari sehelai rambut manusia.
Melihat fakta ini, mengajukan gugatan terhadap polusi udara kepada pemerintah yang akan dibcakan pada 10 Juni nanti. “Sudah dua tahun, Koalisi Ibukota berjuang agar pemerintah bertindak tegas sesuai kewenangannya untuk memenuhi hak udara bersih bagi warga,” sebut koalisi itu.
Kendaraan listrik
Energy Technology Specialist dari Institute for Essential Service Reform (IESR) Idoan Marciano mengatakan secara garis besar penyebab utama polusi udara adalah sektor
transportasi dan industri. Khususnya di Jakarta yang merupakan kawasan urban, transportasi merupakan penyebab utama.
IESR merekomendasikan Jakarta untuk mempercepat transisi menuju kendaraan listrik. Apabila mobil listrik masih terlalu mahal, maka publik bisa berkontribusi dengan berpindah ke motor listrik atau transportasi umum. “Selain itu, Pemprov DKI juga perlu mendukung dan mempercepat pengadaan 100 bus listrik yang sebelumnya terhambat,” ujar dia.
Peneliti The International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana mengatakan elektrifikasi sektor transportasi menjadi jalan tercepat untuk mengalihkan penggunaan bahan bakar fosil. Sebab, terbukti tidak hanya memperburuk kualitas udara tetapi juga keberlangsungan lingkungan hidup.
Namun, dia mengingatkan agar sumber listrik yang digunakan perlu juga diganti. “Dari bahan bakar fosil menjadi sumber energi terbarukan, misalnya penggunaan biomassa, Municipal Solid Waste, atau geothermal,” kata dia.
Disamping elektrifikasi, lanjut Tenny, pengembangan biofuel bisa terus dilanjutkan dengan berfokus pada biofuel yang berkelanjutan. “Misalnya, menggunakan minyak jelantah untuk biodiesel,” ucap dia. (Jrr/Aa)