Jakarta, Mobilitas – Kasus kecelakaan lalu-lintas darat atau jalan di Indonesia hingga kini masih tergolong tinggi, dengan korban terbanyak adalah orang-orang usia muda atau usia produktif dengan rentang 18 tahun – 40 tahun. Ada berbagai penyebab utama kejadian celaka yang tidak tidak sedikit di antaranya merenggut jiwa korban.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto menyebut, dari jumlah kasus kecelakaan yang terjadi hingga saat ini ada dua faktor utama yang menyebabkan peristiwa nahas tersebut.
“Pertama terkait dengan human error atau aspek manusia yang mengendalikan kendaraan, dan di aspek ini, faktor ketidakdisiplinan merupakan yang terbanyak. Tetapi faktor lain yang tidak kalah besar pengaruhnya adalah, faktor kondisi teknis jalan yang tidak tepat. Kondisi ini disebut faktor geometri jalan,” papar Soerjanto saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Geometrik jalan, lanjut Soerjanto, ialah suatu bangun yang menggambarkan fisik dan kondisi senyatanya dari sebuah jalan, yakni meliputi penampang melintang, penampang memanjang, serta berbagai aspek lain yang berkaitan dengan bentuk fisik dari jalan. “Nah, kalau diteliti secara cermat dengan kaidah scientific, ternyata kebanyakan jalan yang ada di kita itu secara geometri tidak memenuhi syarat sebuah jalan yang ideal,” ungkap dia.
Jalan yang ideal adalah, jalan yang dibangun dengan konstruksi khusus sebuah jalan yang layak dengan memperhatikan berbagai aspek. Mulai konstruksi dasar, tingkat ketinggian, naik turunnya permukaan lintasan, kemiringan, hingga aspek lain yang berkaitan dengan mitigasi atau pencegahan berbagai kemungkinan terburuk ketika jalan itu dilintasi kendaraan.
Pernyataan senada diungkap investigator senior KNKT, Achmad Wildan. Menurut dia, sebagian besar jalan di Tanah Air adalah jalanan alamiah peninggalan dari orang-orang terdahulu. Jika ditelisik, jalan-jalan tersebut dulunya adalah jalan setapak, kemudian meningkat menjadi untuk kuda termasuk kereta kuda, yang ketika masyarakat dan lalu-lintas ramai, jalan tersebut ditingkatkan dengan diperlebar dan diperkeras.
“Jadi jalan itu bukan sengaja dibangun dengan kaidah konstruksi ideal untuk sebuah jalan. Akibatnya, jalan-jalan di Indonesia banyak yang tidak memenuhi kaidah keselamatan infrastruktur jalan yang baik. Akibatnya, banyak potensi hazard yang bisa kapan saja menyebabkan orang yang melintasinya mengalami kecelakaan,” kata Wildan saat dihubungi Mobilitas pada hari yang sama.
Ketidakdisiplinan
Faktor teknis jalan yang tidak memenuhi kaidah keselamatan yang baik dari sebuah infrastruktur jalan juga diakui Direktur Sarana Transportasi Jalan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Muhamad Risal Wasal.
“Nah, dengan kondisi jalan yang seperti itu semakin besar potensi risikonya karena pengguna jalan juga banyak yang tidak disiplin. Lebih dari itu, mayoritas tidak paham, tidak mengerti, dan tidak peduli dengan kondisi, malah mengendarai kendaraan dengan ceroboh tidak disiplin. Jadi, sudah kondisinya jalannya seperti itu tetap saja terjadi human error sehingga potensi kecelakaan semakin tinggi. Padahal, korbannya itu sebagian besar anak-anak muda yang merupakan usia produktif,” kata Risal saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Risal menyodorkan data yang dirilis Korps Lalu-lintas (Korlantas) Polri beberapa waktu lalu. Data itu menunjukkan, sepanjang tahun 2020 lalu di Indonesia terdapat 100.028 kasus kecelakaan lalu lintas jalan raya.
“Dan dari jumlah itu, 23.529 di antaranya menyebabkan korban meninggal dunia. Angka kejadian ini cukup tinggi di Indonesia. Dan yang perlu diketahui dari kasus tersebut, 75% melibatkan sepeda motor dengan korban anak-anak sekolah,” papar Risal.
Rinciannya, korban yang merupakan pelajar SMA sebanyak 80.641 orang. Kemudian pelajar SMP 12.699 orang, dan pelajar SD sebanyak 12.557 orang.
“Tentu ini sangat menyedihkan karena mereka adalah orang-orang muda yang sejatinya akan menjadi penerus pemegang tongkat estafet kehidupan bangsa dan negara kita,” ucap Risal. (Fan/Jrr/Din/Aa)