Jakarta, Mobilitas – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang masa relaksasi kredit bagi nasabah yang kesulitan mengangsur kredit merek – termasuk kredit pembelian kendaraan bermotor – yang terdampak pandemi Covid-19 hingga 2022 nanti. Maklum, hingga kini kredit yang berpotensi macet akibat pandemi nilainya masih sangat besar.
Bagi nasabah yang mengajukan fasilitas relaksasi itu, tentu tidak akan serta merta bisa mengajukan kredit baru untuk pembelian kendaraan. Baik kredit pembelian sepeda motor maupun mobil.
Hal itu, kata Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, terkait dengan ketentuan yang ada di sistem. Dalam ketentuan dalam sistem itu – terutama yang menyangkut profil dan kelayakan calon debitur (nasabah) – akan diperlihatkan rekam jejak calon nasabah yang bersangkutan.
“Jika masih memiliki tanggungan yang belum selesai karena ada masalah kemampuan membayar angsuran, tentu ini akan di-hold dulu. Aturan seperti itu mengacu pada daftar di Bank Indonesia (BI). Jadi kalau pas BI checking ada alert (peringatan) bahwa calon debitur yang berrsangkutan masih memiliki tanggungan bermasalah tentu belum bisa,” papar Suwandi saat dihubungi di Jakarta, Senin (31/5/2021).
Menurut dia, hal itu terkait dengan prinsip prudential yang wajib dilaksanakan oleh semua lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank.
“Sebab, kalau terjadi pembiayaan bermasalah (kredit macet), maka urusannya ribet. Mitigasinya akan memakan biaya dan waktu. Oleh karena itu, antisipasi harus dilakukan,” ujar Suwandi.
Data terekam di BI
Pernyataan senada diungkap Direktur Portofolio Adira Finance Harry Latif. Menurut dia, dalam pemrosesan pengajuan kredit baru oleh calon nasabah pasti akan mengacu pada data-data di BI.
“Dan semua data calon nasabah kita cross check. Tent8u kalau yang sudah pernah mengajukan kredit atau pembiayaan pasti datanya ada di sana. Bagaimana rekam jejak pembayarannya, apakah ada masalah atau tidak, pasti ada di sana. Untuk mengetahui kelayakan calon nasabah. Termasuk nasabah yang masih dalam proses restrukturisasi. Pasti juga ada,” kata Harry saat dihubungi belum lama ini.
Tentu saja, perusahaan pembiayaan – baik bank maupun non bank – akan menghindari sementara calon nasabah yang memiliki tanggungan. Sekali lagi, sebut Harry, demi meminimkan potensi risiko.
Tetapi, baik Harry maupun Suwandi menyebut, jika tanggungan – termasuk di masa restrukturisasi – nasabah sudah beres maka yang bersangkutan bisa dipertimbangkan lagi saat pengjuan kredit baru.
“Tetapi, apakah di-approval atau tidak, itu ditetapkan dengan berbagai pertimbangan yang matang dari masing-masing perusahaan. Karena kan hak mereka untuk mengambil keputusan,” ujar Harry yang diamini Suwandi. (Jrr/Dam/Aa)