Jakarta, Mobilitas – Ketika musim hujan tiba, banyak jalan yang rusak dengan lubang menganga. Celakanya begitu air hujan mengguyur banyak lubang yang terutup air, sehingga ketika kendaraan (terutama kendaraan roda dua) melaju mengalami kecelakaan.
“Karena saat hujan air menggenang menutupi badan jalan, sehingga masyarakat tidak tahu kondisi jalan berlubang itu, akibatnya rawan terjadi kecelakaan. Beberapa kejadian kecelakaan di jalan akibat banyaknya pengendara menghindari lubang atau bahkan terperosok ke dalam lubang itu dan kecelakaan,” ungkap Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, dalam keterangan resmi yang diterima Mobilitas di Jakarta, Minggu (9/2/2025).
Mengingat tingginya potensi bahaya yang mengancam keselamatan pengguna jalan, kata Djoko, maka penyelengara operasional atau penanggang jawab jalan wajib segera memperbaiki. Terlebih, kewajiban itu merupakan amanah Undang-Undang.
“Sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara (opersional jalan) wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,” kata pria yang juga akadimisi Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Semarang, itu.
Sementara, di Pasal 24 ayat (2) dalam UU itu mengatakan dalam hal belum dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Warga yang terdampak jalan rusak punya peluang untuk menuntut haknya sesuai wewenang jalan.
Sementara di Pasal 273 pada UU tersebut menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas hingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dipidana kurungan paling lama 6 bulan. Atau denda maksimal Rp 12 juta.
“Kemudian kalau sampai mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta,” jelas Djoko menyitir aturan tersebut.
Dia menambahkan, pemeliharaan dan perbaikan jalan nasional merupakan wewenang Ditjen. Bina Marga Kementerian PUPR. Kemudian jalan provinsi berada di bawah wewenang Pemerintah Provinsi dan jalan kota/kabupaten menjdi tanggung jawab Pemkot/Pemkab.
Selain mengingatkan kondisi jalan rusak dan akibat yang ditimbulkan, Djoko juga meminta agar pemerintah tidak menghapus anggaran untuk pemeliharaan. “Karena pemeliharaan jalan perlu dilakukan secara rutin, mengingat tingkat kerusakan jalan akibat hujan cukup tinggi dan mendekati musim lebaran,” tegas Djoko. (Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id