Tangerang, Mobilitas – Fakta masih banyak beredarnya oli atau pelumas palsu di Indonesia kembali mencuat menjadi perbincangan publik sesaat setelah Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskimsus) Polda Kalimantan Selatan bersama Satreskrim Polresta Tangerang menggerebek sebuah gudang di di Jalan Raya Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, 8 Desember lalu. Ternyata, ribuan botol (tepatnya 32.844 botol) oli palsu teronggok di sana.
Sontak orang pun bertanya, bagaimana jika kendaraan mereka sudah terlanjur menggunakan oli abal-abal itu. Maklum, untuk mengenali secara sekilas, terkadang sulit dibedakan antara oli yang asli dan palsu.
“Biasanya, dalam satu dua hingga tiga hari kendaraan tidak menunjukkan tanda-tanda keanehan setelah menggunakan oli palsu. Tetapi setelah seminggu baru bisa dirasakan keanehan itu. Suara mesin menjadi kasar, tarikan kendaraan juga lebih berat saat gas dibetot,” ungkap Mekanik Senior Bandar Pelumas, Ade Suhaidi, saat ditemui Mobilitas di Cipondoh, Tangerang, Jumat (17/12/2021).
Semua keanehan itu terjadi, lanjut Ade, karena oli palsu tidak memiliki zat aditif khusus dan murni seperti pada oli asli. Padahal, zat itu memiliki sederet kegunaan mulai dari perapat celah antar komponen mesin, pendingin suhu mesin, hingga melumasi antar komponen yang sekaligus memproteksi material komponen tersebut kala terjadi gesekan saat mesin dioperasikan.
“Karena oli mesin palusu tidak mempunyai zat aditif asli atau murni yang berfungsi seperti itu, maka sudah tentu kendaraan yang menggunakannya mesinnya akan rusak. piston, rocker arm dan camshaft akan cepat rusak,” papar Ade.
Kendati begitu, konsumen bisa saja mengenali oli palsu yang beredar di pasaran asalkan sedikit lebih jeli dan sabar ketika akan membelinya terutama dari tampilan kemasannya.
Berikut tips dari Ade untuk mengenali oli palsu dengan menggunakan cara yang paling sederhana:
Pertama, lihat nomor produksinya. Umumnya, produsen oli menyertakan nomor identifikasi di dua tempat berbeda, yakni tutup botol dan kemasan atau botol oli. Nomor produksi ini biasanya rapi dan sejajar.
“Dua nomor kode produksi, yakni di tutup botol yang disegel dengan yang di botolnya itu sama. Jadi kalau ada perbedaan angka antara yang ditutup dan di botol, itu bisa diduga oli palsu,” ujar Ade.
Kedua, label oli palsu umumnya jelek karena berkualitas rendah dan umumnya dari bahan stiker bontax standar. Sehingga, kalau dibanding label oli asli terlihat jauh perbedaannya. Selain itu botol kemasannya terlihat tidak halus dan kusam.
Ketiga, ketika tutup dibuka dan cairan oli terlihat, warnanya keruh dan berbau menyengat. Ini terjadi karena pembuat oli palsu membuat campuran-campuran bahan yang tidak seperti bahan oli asli, walhasil ketika ditutup rapat dan seiring dengan waktu reakasi kimia zat-zat itu menghasilkan warna keruh dan berbau menyengat.
“Karena itu, sebaiknya lebih teliti dan sabar untuk mengamati kemasan oli dan nomor kode produksi oli yang akan kita beli. Ini demi terhindar dari oli palsu yang berakibat buruk untuk kendaraan kita,” pesan Ade. (Jrr/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id