Mobility

LCGC Dijadikan Mobil Hybrid? Calon Pembeli Bisa Berpaling, Kecuali….

×

LCGC Dijadikan Mobil Hybrid? Calon Pembeli Bisa Berpaling, Kecuali….

Share this article
LCGC Daihatsu Ayla di gelaran IIMS 2025 - dok.Mobilitas

Jakarta, Mobilitas – Di tengah upaya pemerintah untuk memacu langkah mencapai target netrlits karbon tahun 2060 dan Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target pengurangan emisi menjadi 31,89 persen di tahun 2030, muncul isu untuk menjadikan Mobil Harga Terjangkau dan Ramah Lingkungan (LCGC) sebagai mobil hybrid.

Salah satu alasan yang diutarakan para penyokong wacana itu adalah karena LCGC memiliki pngsa pasar yang cukup besar yakni 21 persen dari total penjualan mobil saban tahunnya. Selain itu, calon pembeli potensial – yang merupakan first buyer alon konsumen yang untuk pertamakalinya membeli mobil – jumlahnya sangat banyak di Tanah Air.

Menanggapi hal itu, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto menegaskan ide seperti itu masih perlu pengkajian mendalam. Terutama terkait dengan respon calon pembeli jika LCGC benar-benar dijadikan mobil hybrid.

“Bukan soal teknologi atau cara untuk menjadikan mobil tersebut (LCGC) sebgai mobil hybrid ya. Karena kalau itu, kami di Toyota tidak masalah. Tetapi, kembali lagi ya, istilahnya kan sekarang kalau LCGC ditambahkan hybrid pasti harganya naik. Nah, kalau harganya naik kan pasti tidak masuk ke kategori LCGC,” papar nandi saat ditemui media di sela acara Carbon Neutrality Mobility Event bertema Beyond Zero yang digelar Toyota Indonesia pada IIMS 2025. di JiExpo, Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Sementara itu, pakar desain produk sekaligus pengamat industri otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu,yang ditemui Mobilitas di tempat yang sama mengatakan, jika harga LCGC meningkat signifikan maka calon pembeli mobil kategori akan “lari”. Mereka, lanjut Yannes, kemungkinan besar tidak akan tertarik membeli.

LCGC Toyota Agya dalam balutan Gazoo Racing di IIMS 2025 – dok.Mobilitas

“Mengapa demikian? ya karena mayaritas pembeli LCGC adalah kelas menengah bagian tengah. Begitu kalau kita bicara kelompok kelas menengah, itu seperti piramida (segitiga sama kaki yang semakin ke atas meruncing atau mengecil) susunannya. Dimana konsumen LCGC itu kelas menengah bagian tengah dan bagian bwah. Kelompok ini sangat sensitif terhdap gejolak harga, apalagi sekarang ini,” papar Yannes.

Kecuali, lanjut Yannes, pemerintah memberikn insentif yang lebih besar terhadap harga alias menanggung sepertiga atau bahkan setengah dari harga lCGC hybrid itu, selain menanggung pembayarn Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM DTP) 3 persen. Sebab, dengan PDB per kapita penduduk Indonesia yang US$ 4.900 maka daya beli terbesar msih menjangku mobil dengan harga Rp 300 juta ke bawah.

Tetapi PDB per kapita itu dihitung dengan menggabungkan pendapatan konglomert dengan orang miskin kemudian dibagi dengan jumlah penduduk). Artinya tidak riil pendapatan yang asli kelas menengah ke bawah.

“Kalau riil pendapatan per kapita kelas menengah ke bawah konsumen lCGC hanya menjangkau mobil dengan harga Rp 250 juta ke bawah,” tandas Yannes. (Anp/Aa)

Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id