Jakarta, Mobilitas– Nama Li Shufu langsung menggema di dunia, saat perusahaan yang didirikannya – Zhejiang Geely Holding Group Co Ltd – membeli kepemilikan pabrikan mobil kondang asal Swedia, Volvol Cars, dari Ford Motor Company senilai US$ 1,8 miliar pada Agustus 2010 lalu.
Mata para investor dunia dan industrialis otomotif dunia kembali terbelalak ketika Geely Automobile – anak perusahaan Zhejiang Geely Holding Group – mencaplok 49,9% saham pabrikan mobil nasional, Proton.
Bahkan, “aksi belanja” Geely – khususnya Li Shufu – terhadap pabrikan maupun saham pabrik otomotif dunia kian menjadi-jadi. Salah satunya membeli 5% saham pabrikan sohor asal Jerman Daimler.
Lantas, orang pun banyak menggali informasi siapa sejatinya pria ini. Jika rasa penasaran mereka terus membuncah wajar. Pasalnya, pada tahun 2018 nama pria itu masuk dalam daftar 400 China’s richest 2018 versi Forbes. Dia bertengger di urutan ke-9 dengan total kekyaan US$ 14,2 miliar.
Li adalah pria kelahiran Taizhou, Provinsi Zhejiang, Republik Rakyat Cina (Cina), pada 25 Juni 1963. Dia lahir dari keluarga petani yang tak berkecukupan. Meski, begitu kedua orang tuanya sangat mempedulikan pendidikan puteranya ini.
Saat kecil, Li yang tinggal di dekat sebuah bandar udara milik tentara, memiliki hobi memperhatikan pesawat yang lepas landas dan mendarat di lapangan terbang dekat tempat tinggalnya itu. Kala itu, naik pesawat terbang dan membeli mobil adalah sebuah kemewahan tersendiri bagi masyarakat Negeri Tirai Bambu.
Suatu ketika, Li kecil berangan-angan kelak ketika dewasa akan membeli mobil. Dan dia pun – ketika itu berusia 10 tahun – membuat mainan mobil-mobilan dari tanah liat, yang dia buat persis mobil militer berbendera merah yang dilihatnya di lapangan terbang.
Singkat cerita, Li yang tergolong anak cerdas ini berhasil menyelesaikan pendidikan menengah di kota tempat tinggalnya. Setelahnya bermodal tekad dia berhasil menyelesaikan pendidikan teknik manajemen di Universitas Sains dan Teknologi Harbin.
Bisnis tukang foto gagal
Usai menamatkan pendidikan tinggi, Li Shufu ingin berbisnis. Dengan modal dari ayahnya senilai – jika dikurskan dalam dolar Amerika, senilai US$ 16 pada tahun 1980, Li membuka usaha studio foto. Dia sendiri yang menjadi tukang fotonya.
Namun, karena kamera yang digunakannya merupakan kamera murah, kualitasnya juga kurang bagus. Walhasil, tak banyak orang yang tertarik menggunakan jasanya, meski dia telah mencoba memodifikasi perlengkapan pencahayaan dan furnitur studionya.
Bisnis jasa foto pun kandas tanpa hasil. Namun, Li tak menyerah, dia memulai usaha baru ekstraksi emas dan perak dari mesin bekas. Lagi-lagi dia tak berhasil, karena pemain di bisnis ini banyak dengan dukungan modal yang besar.
Li pun beralih ke bidang bisnis lain. Kali ini usaha pembuatan komponen lemari es dan lemari es dia jalankan. Dengan merek milik sendiri – Artic Flower – dia mencoba bersaing di sektor usaha yang jumlah pemainnya cukup bejibun itu, dan ternyata dia kembali terlibas oleh persaingan.
Pada tahun 1989, Li menyerahkan perusahaan dan bisnisnya kepada lembaga pemerintah yang menangani industri dan perdagangan. Dia berniat melanjutkan pendidikan strara dua, dan berhasil meraih gelar Master bidang teknik mesin dari Universitas Yanshan.
Bisnis otomotif
Berbekal ilmu teknik mesin yang didapatnya, Li Shufu kembali memulai bisnis. Kali ini bidang otomotif, dengan produk sepeda motor yang dia jalani, sejak tahun 1993.
Awalnya, bisnis ini cukup moncer. Terlebih, dia membuat produk dengan harga hanya setengah dari produk serupa buatan industri sepeda motor asal Jepang. Bahkan dia sempat mengekspor ke 22 negara.
Tapi, mencorongnya bisnis perusahaan Li tak bertahan lama. Ketika industri sepeda motor di Cina menjamur banyak pemain berdatangan, dan perusahaan Li tergeser. Dia tak mampu mengimbangi irama persaingan yang dimainkan pesaing, setelah empat tahun berjalan gulung tikar.
Sekali lagi Li Shufu tak menyerah. Dia terus berusaha bangkit dan bertarung lagi. Masih di sektor otomotif, pada tahun 1997 – dengan merek Geely – dia memulai usaha produksi mobil dengan memanfaatkan bekas pabrik milik penjara di Chengdu.
Hanya, mobil hasil produksi di tahun pertama (pada 8 Agustus 1998) tak bisa dijualnya. Sebab kualitas produk itu di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Begitu pula, hasil produksi gelombang kedua pada tahun 2000, juga tak bisa dijajakan karena alasan yang sama.
Ketika Cina ikut bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), berdampak ke bisnis Li. Kemujuran berpihak kepadanya untuk mewujudkan mimpi dan ambisinya berbisnis di sektor otomotif.
Geely yang menggandeng pabrikan Korea Selatan – Daewoo untuk merancang mobilnya- berhasil menembus panggung dunia. Mobil produksinya yang diperkenalkan di pameran otomotif dunia telah mencuri perhatian publik global. Setelah itulah, Geely dan Li Shufu semakin percaya diri menggenjot bisnis ini.
Pada tahun 2005, perusahaannya telah tercatat di Bursa Efek Hong Kong, sehingga modal pun semakin lancar mengalir. Li dengan ‘tangan dinginnya’ terus melakukan ekspansi bisnis. Tak hanya memproduksi dia juga melakukan akuisisi, termasuk membeli pabrikan kondang yang tengah kesulitan keuangan, termasuk Volvo.
Nama Li Shufu pun terus berkibar di dunia bisnis global, seiring dengan semakin mengembungnya pundi-pundi fulusnya. Tahun 2020 lalu, lembaga penelitian di Amerika Serikat – Hurun – mene,patkannya di urutan ke-91 dalam daftar orang terkaya di dunia, dengan total kekayaan US$ 4 miliar. (Aa/Berbagai sumber)