Jakarta, Mobilitas – Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Transportasi saat ini dikabarkan tengah mempertimbangkan aturan yang mewajibkan semua sepeda motor dengan mesin 150cc atau lebih untuk menggunakan peranti pengereman tambahan berupa Antilock Braking System (ABS) alias peranti pencegah sistem pengereman mengunci.
Seperti dilaporkan The Star, Kamis (26/5/2022), kajian kemungkinan penerapan aturan itu dilakukan oleh Kementerian Transportasi (MOT) dan Institut Penelitian Keselamatan Jalan Malaysia (Miros). “Menurut studi oleh Miros, ABS mampu mengurangi kecelakaan dan kematian yang melibatkan pengendara sepeda motor hingga 30 persen,” ungkap Menteri Transportasi Malaysia, Datuk Seri Wee Ka Siong.
Wee Ka Siong menyebut penelitian itu ditargetkan rampung dalam waktu enam bulan mendatang. Jika hasil studi menyatakan kewajiban penggunaan ABSpenting, maka diharapkan akan dilaksanakan dalam waktu dua tahun setelah studi tersebut rampung dilakukan.
“Periode waktu yang sama akan digunakan untuk mengubah aturan yang ada untuk pemasangan ABS wajib. Dengan wajib dipasangnya ABS nanti, diharapkan keselamatan sepeda motor semakin meningkat dan kemungkinan kematian semakin berkurang,” papar Wee saat ditemui di sela-sela acara konferensi pers, Kamis (26/5/2022).
Studi komprehensif terkait pemasangan rem ABS pada semua motor di Malaysia akan melibatkan perwakilan dari masyarakat sepeda motor, industri manufaktur, dan juga pakar keselamatan yang berkompeten.
Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Salah seorang pejabat di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Dithubad) Kementeri Perhubungan Republik Indonesia yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (27/5/2022) mengatakan, sejatinya studi tentang kemungkinan diterapkannya wajib ABS untuk sepeda motor 150cc ke atas di Tanh Air sudah pernah dilakukan.
“Tetapi, ada beberapa pertimbangan yang menjadikan rekomendasi yang dihasilkan dari studi itu belum bisa dilaksanakan. Salah satu pertimbangan itu adalah faktor daya beli. Sebab, dengan adanya tambahan ABS itu maka industri atau produsen sepeda motor akan dinaikkan. Kecuali jika produsen mau “berkorban” mengurangi sedikit margin keuntungannya dengan tidak menaikkan harga meskipun ada tambahan ABS. Tetapi ternyata itu sulit direalisasi,” ungkap dia.
Opsional
Para produsen, lanjut sang pejabat, lebih memilih penggunaan ABS itu sebagai opsi atau pilihan yang ditawarkan kepada konsumen. Dan faktanya, lanjut dia, banyak juga konsumen di segmen motor tertentu yang memilih opsi tersebut.
Tetapi, sebut dia, kalau dilihat dari profil konsumen sepeda motor di Indonesia, itu menengah ke bawah. Dengan model-model yang terlaris berharga di bawah Rp 25 jutaan. Di atas itu, sudah di atas ambang batas psikologis.
“Jadi pertimbangan harga menjadi alasan belum diwajibkannya ABS dan hanya menjadi opsi saja. Apalagi, hasil studi juga menunjukkan selain ada nilai plusnya untuk mencegah penguncian di perangkat rem, ABS juga memiliki kelemahan.
“Salah satu kelemahan ABS adalah bekerja maksimal di jalanan yang rata atau beraspal. Sedangkan di jalanan berkerikil atau tidak rata, kurang optimal, padahal karakter jalan yang terakhir itu banyak di Indonesia. ” tandas dia. (Swe/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id