Maranello, Mobilitas – Ekonomi dunia sejak 2020 hingga kini masih mengalami guncangan hingga melemah dengan penyebab yang beragam, setelah guncangan badai pandemi Covid-19, kini ketegangan geopolitik menerpa.
Laporan laman resmi Pricewaterhouse Coopers (PwC) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Kamis (21/3/2024) menyebut pesimisme kalangan pimpinan lembaga bisnis dari berbagai dunia terhadap kondisi ekonomi global telah diungkapkan pada Januari 2020. Pada saat itu 1.600 Chief Executive Officer (CEO) berbagai perusahaan dari 83 negara berkumpul di Davos, Swiss, dalam World Economic Forum.
“Pada saat itu 53 persen CEO dunia itu menyatakan ekonomi dunia akan menurun drastis karena berbagai hal. Mulai dari ketegangan atau perang dagang, ketidakpastian situasi politik di kawasan yang mengangkibatkan harga komoditas melonjak, hingga belum adanya kesepakatan langkah industri terkait penangangan perubahan iklim dunia,” bunyi keterangan PwC.
Ternyata pesimisme itu benar adanya, terlebih setelah pandemi virus Corona (Covid-19) yang mematikan menerjang berbagai belahan dunia. Akibatnya, ekonomi dunia ambruk, bahkan di tahun-tahun setelahnya dari tahun 2021 hingga 2023 ekonomi dunia masih melemah akibat ketegangan geopolitik dan sisa-sisa dampak Pandemi.
Namun, di tengah kondisi ekonomi dunia yang carut marut ternyata penjualan super car Ferrarti masih terus tumbuh signifikan. Bukan sekadar jumlah unit yang terjual, tetapi juga nilai penjualannya.
Data Asosiasi Industri Otomotif Itali (UNRAE) yang dikutip Mobilitas, di Jakarta, Kamis (21/3/2024) menunjukkan selama tahun 2020 jumlah mobil yang dilego Ferrai mencapai 9.119 unit, dengan total nilai 3,46 miliar Euro.
Tahun 2021 meningkat menjadi 11.155 unit dengan nilai penjualan 4,27 miliar Euro. Kemudian di tahun 2022 sebanyak 13.221 unit dengan nilai 5,09 miliar Euro, dan di tahun 2023 total angka penjualan yang diraup 13.663 unit dengan nilai 5,97 miliar Euro.
Adapun di tahun 2024 ini, selama Januari – Februari 2024, di Italia mobil Ferrari laku sebanyak 149 unit. Jumlah itu melonjak 24,2 persen.
Ihwal moncernya penjualan ini, CEO Ferrari Benedetto Vigna yang diwawancarai CNBC International di Pebble Beach mengatakan hal itu terjadi karena Ferrari mampu menjaga ekslusivitas, unik, dan nilai kelangkaan dari mobil Ferarri. “Kami merupakan merek yang tidak mengejar volume (dalam produksi dan penjualan). Kami merek yang mencarai nilai dan menghormati klien . Bagi kami klien adalah hal yang sangat penting,” papar Vigna.
Analis industri di bursa saham Nasdaq, Matthew Ritcher, yang dikutip The Financial belum lama ini mengatakan ktipe konsumen Ferrari adalah loyalist customer. Mereka membeli mobil super Italia itu bukan sekadar untuk menjadi tunggangan, tetapi juga unsur kebanggaan simbol prestise dan bahkan sarana investasi.
“Saat ini aset orang kaya dunia meningkat, meskipun sejak 2020 badai pandemi Covid-19 sampai ketegangan politik di kawasan meningkat. Tetapi soal selera, orang-orang kaya masih tetap sama. Mereka memburu eksklusifitas dan nilai, salah satunya mobil Ferrari,” ucap Ritcher. (Han/Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id