Operator Jalan Tol Diwajibkan Pakai MLFF, Investasi Diminta Tak Dibebankan ke Masyarakat

Sistem transaksi jalan tol tanpa berhenti dengan menggunakan MLFF - dok.Istimewa via Future Transport News

Jakarta, Mobilitas – Pemetintah mewajibkan semua Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) menerapkan sistem transaksi jalan tol non-tunai nirsentuh (atau tanpa tapping) Multi Lane Free Flow (MLFF).

Peraturan untuk menerapkan MLFF ini didasari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol. Beleid tersebut mulai beralaku pada 20 Mei 2024.

Soal semua BUJT (semua operator ruas jalan tol di Indonesia) menggunakan sistem transaski tanpa sentuh ini, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hedy Rahadian mengatakan sistem MLFF itu menjadi Standar Pelayanan Umum (SPM) di semua ruas jalan tol di Tanah Air.

Hedy menegaskan sistem MLFF ini menjadi sistem yang harus diterapkan (semua BUJT di semua ruas tol yang mereka kelola) semenjadi satu kesatuan dan tidak bisa sebagian-sebagian ruas tol saja. Misalnya, ruas tol tertentu menggunakannya, tetapi di ruas berikutnya yang dikelola operator lain tidak.

“Sebab, kalau begitu tujuan utama agar kemacetan atau kepadatan di jalan tol terkurangi karena adanya proses tapping tidak tercapai. Selain itu, bagi pengguna jalan tol akan merepotkan dan membahayakan, karena harus berganti-ganti sistem,” ungkap Hedy Rahadian saat ditemui di sela acara The 19th ITS Asia Pacific Forum 2024 di Jakarta, belum lama ini.

Sistem MLFF ini menggunakan teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS). Pelaksanaan pemabngunan MLFF tersebut dilakukan oleh PT Roatex Indonesia Toll System (RITS). Pelaksanaan sistem ini disebut mendapatkan pendanaan dari pemerintah Hungaria senilai US$ 300 juta.

Ilustrasi, kartu tol yang digunakan untuk transaksi saat ini- dok.Mobilitas

Menanggapi penggunaan sistem MLFF ini, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Jakarta, Trubus Rahadiansyah, menyebut jika tujuannya untuk memudahkan dan memberi kenyamanan kepada pengguna jalan tol, maka hal itu sangat baik. Sebab, kata dia, sudah menjadi kewajiban pemerintah menyediakan infrastruktur yang aman, nyaman, seperti jalan tol.

“Tetapi yang menjadi pertanyaan dan usulan adalah, jangan sampai biaya untuk penerapan MLFF itu dibebankan kepada masyarakat. Karena sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat. Apalagi, orang-orang yang menggunakan jalan tol itu banyak di antaranya bukan sekadar lewat untuk keperluan senang-senang. Tetapi bekerja, berbinis, atau menjalankan tugas yang semuanya berdampak ke pertumbuhan ekonomi,” papar Trubus yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Pernyataan senada diungkap pengamat transportasi Dudy Firngadi yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (31/5/2024). Dia menyebut, jika perubahan sistem transaksi dari tapping menjadi MLFF itu kemudian menjadikan tarif tol naik dengan serta merta, hal itu melanggar Undang-undang.

“Karena kenaikan tarif tol itu harus mengacu pada undang-undang jalan tol. Dimana salah satu pertimbangannya adalah untuk pengembalian investasi pembangunan jalan tol dan menyesuaikan dengan inflasi. Itu pun harus dalam kurun waktu tertentu. Jadi, jangan ada dalih karena menggunakan MLFF, maka tarif tol naik langsung dikerek, apalagi jika tarif dinaikan diam-diam atau secara tidak transparan,” kata Dudy. (Anp/Jat/Aa)