Jakarta, Mobilitas – Bahkan, di bulan Mei saja mobil asal Amerika Serikat itu tidak ada yang terjual ke konsumen alias penjualan ritelnya nihil.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Sabtu (22/6/2024) menunjukkan sepanjang bulan Mei 2024, PT DAS Indonesia Motor tidak melaporkan adanya penjualan ritel mobil Jeep. Sehingga, dibanding bulan yang sama, penjualan ritel mobil gagah itu ambrol hingga 100 persen.
Sementara, secara kumulatif dari Januari – Mei 2024, total angka penjualan ritel yang diraup Jeep di Indonesia hanya 31 unit. Jumlah ini ambrol 81,1 persen dibanding total angka penjualan ritel yang berhasil diseroknya pada lima bulan pertama 2023.
Fakta data juga berbicara, sejatinya penjualan ritel Jeep juga nihil di bulan April. Sebab, sepanjang Januari – Maret alias kuartal pertama, total penjualan ritel yang dicetak Jeep di Tanah Air hanya 31 unit, alias ambrol 72,1 persen dibanding jumlah angka penjualan ritel yang dikemas Jeep pada kuartal I 2023.
Salah seorang pengurus Gaikindo yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Sabtu (22/6/2026) menyebut penyebab luruhnya penjualan mobil di Tanah Air sepanjang Januari – Mei tahun ini, karena faktor ekonomi yang melemah. “Nilai tukar rupiah yang menembus Rp 16.400 per dolar, tingkat inflasi yang masih relatif tinggi, suku bunga acuan BI (BI Rate) yang naik, menjadikan daya beli masyarakat lemah,” ungkap dia.
Menurut sang pejabat organisasi industri itu menyatakan, di kalangan masyarakat kelas atas, kondisi seperti itu memang bukan menggerus daya beli, tetapi menjadi pertimbangan untuk membelanjakan uang.
“Kelompok kelas atas itu sangat rasional dalam melihat kondisi ekonomi. Kalkulasi mereka, kalau membelanjakan uang di saat kondisi ekonomi tidak bagus, inflasi tinggi, itu sama halnya banyak membuang duit,” kata dia.
Menurutnya, pernyataan resmi lembaga pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi selama kuartal pertama tahun ini sebesar 5,11 persen memang benar. Tetapi, pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi pemerintah dan lembaga politik sepertia partai politik dalam rangka persiapan Pemilihan Umum (Pemilu).
KOnsumsi itu, lanjut dia, berupa pembelian barang-barang untuk penyelenggaraan Pemilu, ongkos operasional penyelenggaraan,. Lalu partai politik juga begitu, bahkan mungkin juga untuk dana-dana calon legislatif.
“Belanja sembako untuk bantuan, alat peraga Pemilu dan sebagainya. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga ditopang konsumsi rumah tangga khususnya pembelian barang kebutuhan primer,” papar pejabat Gaikindo itu. (Anp/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id