Mobility

Pakar: Ini yang Harus Dilakukan RI Jika Ingin Pangsa Pasar BEV Capai 20 Persen di 2045

×

Pakar: Ini yang Harus Dilakukan RI Jika Ingin Pangsa Pasar BEV Capai 20 Persen di 2045

Share this article
Ilustrasi, pengisian daya baterai mobil listrik - dok.Istimewa via Newmarket Today

Jakarta, Mobilitas – Fakta data menunjukkan sejak tahun 2020 hingga tahun 2024 jumlah mobil listrik baterai (BEV) yang terjual di Indonesia tertinggi di tahun 2024 dengan pangsa pasar baru 4,98 persen. Laju pertumbuhan terjadi setelah masuknya pabrikan atau merek mobil listrik asal Cina.

Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang disitat Mobilitas di Jakarta, Jumat (14/2/2025) menunjukkan selama lima tahun (tahun 2020 – 2025) total BEV yang terlego di Tanah Air mencapai 43.188 unit.

Rinciannya, pada tahun 2020, BEV yang terlego 125 unit, dan tahun 2021 naik menjadi 687 unit. Kenaikan terjadi lagi pada tahun 2022 dengan total 10.327 unit, lalu di tahun 2023 sebanyak 17.051 unit, dan tahun 2024 sebanyak 43.188 unit.

Tetapi, tren pertumbuhan penjualan mobil setrum itu jauh dibanding negara-negar lain seperti Cina, atau bahkan dengan   Thailand, tetangga Indonesia. Tercatat, meski di tahun 2024 menurun dibanding tahun sebelumnya atau tahun 2023, namun penjualan di Negeri Gajah Putih itu masih hampir dua kali lipatnya Indonesia.

Data Asosiasi Kendaraan Listrik Thailand (EVAT) dan Federasi Industri Thailand (FTI) yang dikutip Mobilitas di Jakarta, Jumat (14/2/2025) menunjukkan jumlah BEV yang laku terjual di Negeri Gajah Putih itu pada tahun 2024 sebanyak 70.137 unit. Jumlah penjualan itu anjlok 8,12 persen dibnding tahun 2023 yang sebanyak 76.000 unit

Menurut pengamat industri otomotif Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu, memang jumlah pabrikan mobil listrik di Thailand lebih banyak ketimbang Indonesia. “Untuk mengejar ketertinggalan ini perlu upaya ekstra. Karena meski PDB per kapita atau daya beli tinggi, tidak serta merta orang beralih ke BEV. Ada beberapa alasan, mulai dari infrastruktur hingga alasan lain,” kata Yannes saat ditemui Mobilitas di sela acara Carbon Neutrality Mobility Event bertema Beyond Zero yang digelar Toyota Indonesia di IIMS 2025. di JiExpo, Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Ilustrasi, baterai mobil listrik – dok.CarNewsChina

Dia mencontohkan Norwegia yang PDB per kapita-nya US$ 89.000 ternyata untuk mencapai populasi BEV hingga 80 persen dari total kendaraan dibutuhkan waktu 30 tahun (hingga tahun 2024 kemarin). Padahal, negara nordik tersebut sebagian besar wilayahnya ditutup gletser (lapisan es) yang jika suhu memanas – salah satu penyebabny akibat emisi kendaraan  – maka sebagian daratannya akan tenggelam, tidak seketika beralih ke BEV.

Tetapi, negar ini beruntung karena perekonomiannya sangat mendukung ditambah pemahamn msyarakat terhadap realitas bahaya pemanasan global, yang penyebabnya juga berasal dari emisi kendaraan menjadi ancaman mereka. “Sehingga antara keinginan pemerintah, kekuatan ekonomi nasional, dan pemahaman masyarakat akan pentingnya kendaraan ramah lingkungan klop. Ini yang menjadi akselerasi ke era BEV berlangsung linear, walaupun butuh waktu cukup panjang,” jelas Yannes.

Disisi lain, contoh sebaliknya adalah Thailand yang pangsa pasar BEV-nya baru 10 persen, kendati pemerintahnya gaspol memacu pertumbuhan BEV dengan beragam insentif. Hal itu dikarenakan PDB per-kapitanya masih US$ 7.000, dan infrastrukturnya belum tersedi secar merata di berbagai wilayah.

‘Oleh karena itu, kata Yannes, Indonesia perlu melihat dua contoh tersebut. Dengan PDB per kapita yang sebesar US$ 4.960 Indonesia masih berat untuk mewujudkan target pangsa pasar BEV mencapai 20 persen dari total penjualan mobil pada tahun 2045. Maklum, harga mobil listrik masih mahal, sementra daya beli mayoritas orang Indonesia masih menjangkau mobil dengan banderol Rp 300 juta atau bahkan Rp 250 juta ke bawah.

“Perlu PDB per kapita minimal US$ 12.000. Selain itu pembangunan ekosistemnya harus gencar termasuk infrastrukturnya,” tandas Yannes. (Din/Aa)

Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id