Jakarta, Mobilitas – Setelah di Jepang menjalankannya sejak November 2019, Toyota Motor Corporation (Toyota) – selaku induk dari Toyota dan Daihatsu Motor Corporation – pada 30 April tahun 2021 juga menjalankan strategi penjualan mobil kembar lagi di Indonesia, yakni SUV kompak Toyota Raize dan Daihatsu Rocky. Tentu, sebagai pabrikan yang bernaung di bawah payung induk yang sama, keduanya meramu strategi pemasaran yang berbeda untuk menggaet konsumen.
Sehingga, keduanya tak saling “memakan” alias kanibal antara satu dengan yang lainnya. Konkretnya, meski dua SUV itu menggunakan basis platform yang sama, yakni Daihatsu New Global Architecture (DNGA), tapi secara keseluruhan dari masing-masing SUV itu memiliki ciri khas yang membedakan di antara mereka.
“Mulai dari sedikit perbedaan desain bagian-bagian tertentu, perbedaan fitur-fitur penunjang, dan lainnya. Tentu, dengan positioning produk yang sedikit berbeda sesuai dengan target market (konsumen) yang dibidik, dengan adanya perbedaan itu maka harga pun juga berbeda. Tentu, tujuannya saling melengkapi satu dengan yang lain, misalnya Toyota Raize menggarap segmen A dan Rocky menyasar segmen B. Sehingga, harapannya semua segmen di market itu akan terserap oleh Toyota dan Daihatsu yang keduanya adalah bagian dari Toyota Group,” papar Kepala Riset Eternity Marketing Research Specialist, Eko Wahyu Utomo, saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Hanya, dalam kenyataanya, penjualan Toyota Raize jauh lebih banyak – sejak diluncurkan dan dijual pada 30 April hingga akhir Agustus lalu. Meski bisa saja dikarenakan secara varian produk Toyota Raize lebih banyak dan sebagainya.
“Tetapi, kalau soal portofolio varian produk itu lebih banyak itu belum tentu berkorelasi positif atau berbanding lurus dengan tingkat penjualan. Artinya, belum tentu sebuah produk dengan varian pilihan model yang banyak maka sudah pasti penjualannya juga pasti. Sekali lagi ya, belum tentu “sudah pasti” penjualannya akan jauh lebih banyak. Sebab, ada beberapa variabel yang berpengaruh. Mulai dari brand image, brand association, kelangkapan teknologi, harga, dan lain-lain. Yang semuanya itu berdampak pada persepsi konsumen saat akan menentukan pilihan memilih atau membeli produk itu atau tidak,” papar Eko.
Jomplang
Sementara, soal penjualan ke konsumen (ritel) ternyata di Januari hingga Agustus, Rocky jauh tertinggal Raize. Data yang dihimpun Mobilitas dari laporan penjualan ritel ke Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) terlihat, di periode itu total penjualan ritel Rocky dari Mei hingga Agustus (karena April belum ada data penjualan ritel yang dilaporkan) sebanyak 2.530 unit.
Jumlah ini berasal dari penjualan selama bulan Mei sebanyak 505 unit, Juni 333 unit, Juli 674 unit, dan Agustus 1.018 unit.
Pada kurun waktu yang sama, total penjualan Toyota Raize tercatat sebanyak 8.416 unit. Jumlah ini dikoleksi Raize pada April (sejak April PT Toyota Astra Motor/TAM telah berjualan) sebanyak 20 unit, Mei 1.175 unit, Juni 1.307 unit, Juli 2.844 unit, dan Agustus 3.070 unit.
Menariknya, seperti diungkap Marketing Director PT TAM, Anton Jimmi Suwandy, dari total unit Raize yang terjual terbanyak adalah varian bermesin 1.0 liter turbo. “Dan dari model 1.0 liter turbo itu, yang paling banyak diminati customer itu tipe teratas, sekitar 65% – 68%-an lah,” kata Anton saat dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Sekadar catatan, PT TAM dan PT Astra Daihatsu Motor di waktu yang sama – yakni pada 17 Juni – meluncurkan Raize dan Rocky varian bermesin 1.2 liter. (Jrr/Yap/Din/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id