Jakarta, Mobilitas – Penjualan kendaraan niaga – baik bus maupun truk – asal Swedia, Scania di Indonesia sepanjang Januari hingga Maret tahun 2022 ini ambrol sangat dalam. Padahal, di tahun 2020 sepanjang Januari hingga November total penjualan bus dan truk merek ini masih meroket dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Data penjualan ke konsumen (ritel) di Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang dinukil Mobilitas, Selasa (10/5/2022) menunjukkan selama Januari hingga Maret tahun ini total penjualan ritel Scania sebanyak 62 unit. Jumlah ini ambrol 50,8% dibanding jumlah penjualan ritel yang dikoleksi selama tiga bulan pertama tahun 2021.
Angka penjualan ritel selama tiga bulan pertama di tahun ini dibukukan pada Januari sebanyak 26 unit, Februari 19 unit, dan Maret 17 unit. Namun, fakta data berbicara, selama kurun waktu itu tidak ada penjualan ke diler (wholesales) yang dibukukan.
Data Gaikindo juga memperlihatkan sepanjang Januari hingga November, Scania Indonesia mengantongi angka penjualan ritel sebanyak 531 unit. Jumlah ini meroket 166,8% dibanding jumlah penjualan ritel yang berhasil dikoleksinya selama periode sama tahun 2020.
Maklum, di sebelas bulan pertama tahun 2020 iti, Scania hanya mampu meraup angka penjualan ritel sebanyak 199 unit. Jumlah penjualan ritel itu ambrol sangat dalam dibanding penjualan selama kurun waktu yang sama tahun 2019, meski kala itu cuma 217 unit.
Lantas, apakah penurunan penjualan Scania ini dikarenakan minat Perusahaan Otobus (PO) menyusut untuk menambah armada baru? Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Lesani Kurnia Adnan yang dihubungi Mobilitas, di Jakarta, Selasa (10/5/2022) menyebut sebenarnya, tidak ada penurunan minat dari PO.
“Keinginan atau minat dari PO tetap ada, hanya saja mereka melihat situasi saja setelah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) oleh pemerintah bagaimana? Jadi bisa dibilang stagnasi lah. Apakah memberikan dampak yang sangat signifikan ke mobilitas masyarakat. Kita bicaranya secara keseluruhan waktu ya, bukan hanya di masa mudik atau balik lebaran saja. Karena saat PPKM karena alasan pencegahan Covid-19, banyak PO yang skala bisnisnya menurun,” papar dia.
Sedangkan di segmen pasar truk, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan yang dihubungi Mobilitas, Selasa (10/5/2022) menyebut, secara umum tidak ada penurunan yang signfikan di sektor angkutan truk.
“Memang ada di angkutan (termasuk rental truk) untuk sektor pertambangan dan konstruksi. Tetapi, di sisi lain angkutan untuk logistik meningkat. Jadi ada kompensasi, di sektor tambang turun dan konstruksi turun, tapi logistik dan lainnya naik,” kata dia. (Din/Aa)