New York, Mobilitas – Fakta itu terungkap dari hasil tudi McKinsey & Co yang dilakukan terhadap 30.000 orang di 15 negara yang merepresentasikan 80 penjualan mobil listrik di pasar global.
Hasil riset yang dirilis di situs resmi McKinsey dan dikutip Mobilitas di Jakarta, Senin (17/6/2024) menyebut 29 persen pengguna mobil listrik di dunia menyatakan akan memilih membeli mobil konvensional atau mobil bermesin dengan pembakaran internal (ICE) lagi. Sedangkan di Amerika Serikat (AS) jumlah pemilik mobil listrik yang ingin balik lagi ke mobil setrum mencapai 46 persen.
Ada sejumlah alasan yang mendasari keinginan mereka kembali ke mobil konvensional itu. Tetapi yang paling krusial adalah infrastruktur pengisian daya baterai yang tidak merata dan banyak.
Kemudian tingginya biaya kepemilikan, menjadi alasan kedua. Lalu, alasan ketiga daya jangkau mobil listrik yang masih terbatas sehingga diperlukan upaya khusus untuk menadapatkan mobil listrik yang berdaya jangkau lebih jauh.
Future Mobility Center Head McKinsey, Philipp Kampshoff, menyebut hasil riset itu juga memperlihatkan hanya 9 persen saja dari total responden yang menyatakan senang karena adanya perluasan jaringan pengisian daya baterai di area tempat tinggal mereka.
“Kondisi ini akan lebih buruk di masa depan, karena pembeli kendaraan listrik akan sangat tergantung pada infrastruktur pengisian daya yang ada,” ujar Kampshoff.
Bahkan, hasil riset juga menunjukkan, dari total responden itu, 21 persen di antaranya menyatakan tidak akan membeli mobil listrik. Tetapi, riset juga memperlihatkan 38 persen pemilik mobil konvensional menyatakan akan membeli mobil plug-in hybrid atau mobil listrik.
Adapun mobil listrik yang mereka inginkan terkait daya jangkau adalah mobil listrik berdaya jangkau 469 kilometer. Daya jangkau itu meningkat dari pilihan di tahun 2022 yang berdaya jangkau 435 kilometer. (Fat/Aa)