Jakarta, Mobilitas – Pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi pada 3 September.
Seperti tertera di laman resmi MyPertamina, harga BBM Pertalite dibanderol Rp10.000 per liter atau naik Rp2.350 dari sebelumnya yang sebesar Rp7.650 per liter. Sementara, Solar menjadi Rp6.800 per liter atau naik 1.650 dari Rp5.150 per liter.
Pemerintah juga menaikkan harga Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 atau naik Rp2.000 per liter. Tak pelak, kenaikkan harga BBM ini memicu berbagai tanggapan.
Bagi yang tidak sepakat dengan kenaikkan harga itu – salah satunya anggota komisi VII DPR RI, Mulyanto – kebijakan mengerek harga jual eceran BBM bersubsidi itu tidak berdasar dan inkonsisten.
“Karena kenaikkan terjadi justeru di saat harga minyak dunia turun. Bahkan tren penurunan ini terjadi sejak Juni atau awal Juli. Pemerintah kan mengatakan, salah satu pertimbangan penetapan harga jual eceran BBM adalah harga minyak mentah dunia,” papar Mulyanto saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Data Refinitiv yang menunjukkan, sejak Senin (5/9/2022) hingga Jumat (9/9/2022) harga minyak mentah jenis brent turun 7,89% menjadi US$ 93,02/ barel secara point-to-point. Pada saat yang sama harga minyak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) harganya menyusut 6,65% atau US$ 86,87/barel.
“Jadi sudah semestinya, kalau pemerintah konsisten kenaikkan harga BBM ini harus ditinjau ulang dan harga diturunkan,” tandas Mulyanto.
Pernyataan senada diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin. Menurut dia, di negara-negara lain jika harga minyak mentah turun maka harga BBM juga langsung turun dan sebagainya.
“Di Malaysia dan Australia begitu harga minyak mentah turun, harga BBM langsung turun. Negara sebagai penjamin akhir memiliki mekanisme seperti itu. Mengapa di kita tidak? Dugaan kami karena penentuan komponen pembentukan struktur harga di kita tidak transparan,” papar pria yang akrab disapa Puput itu.
Dia juga menegaskan alasan yang kerap dilontarkan pemerintah bahwa penaikkan harga BBM subsidi ini dikarenakan penyalurannya yang tidak tepat sehingga anggaran subsidi membengkak. Puput menyebut itu dua hal yang berbeda.
Jika alasannya tidak tepat sasaran pemerintah harus membuat aturan pembatasan yang tegas. Bukan dengan mengerek harga di saat harga minyak mentah turun.
“Tunjukkan secara transparan komponen pembentuk struktur harga BBM. Sehingga akan kelihatan mana komponen harga minyak mentah dan lain-lain. Imbangi kenaikkan harga dengan kualitas BBM-nya,” imbuh dia. (Din/Jrr/Aa)
Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id