Mobility

Setelah Tiga Tahun Naik, Kasus Kecelakaan Lalu-lintas di RI Tahun 2024 Turun 3,2 Persen

×

Setelah Tiga Tahun Naik, Kasus Kecelakaan Lalu-lintas di RI Tahun 2024 Turun 3,2 Persen

Share this article
Ilustrasi, truk yang mengalami kecelakaan parah di jalan tol - dok.Istimewa

Jakarta, Mobilitas – Dalam kurun waktu lima tahun yakni dari tahun 2021 hingga 2023 tren jumlah kejadian kecelakaan lalu-lintas di Indonesia terus beranjak naik. Faktor kecerobohan pengemudi atau pengendara menjadi faktor utama.

Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, dalam artikelnya yang diterima Mobilitas di Jakarta, Rabu (15/1/2025) menyebut data di Korps Lalu-lintas (Korlantas) Polri menunjukkan sepanjang tahun 2021 hingga 2023 tren kasus kecelakaan kendaraan bermotor di jalan terus meningkat. Baru di tahun 2024, terjadi penurunan, meski hanya 3,2 persen.

Data memperlihatkan, pada tahun 2020 terdapat 101.496 kejadian kecelakaan lalu lintas, kemudian di tahun 2021 ada 105.860 kejadian. Jumlah tersebut naik 4,3 persen dibanding tahun 2021.

Lalu, pada tahun 2022 jumlah kasus kecelakaan melonjak 31,7 persen karena ada 139.422 kejadian. Kasus kembali meningkat di tahun 2023 hingga 7,9 persen dengan total 150.491 kejadian. “Sementara, pada tahun 2024, jumlah kasus kecelakaan ada 145.599 kejadian, turun 3,2 persen dibanding tahun sebelumnya,” ujar Djoko.

Ilustrasi, kecelakaan sepeda motor  – dok.Istimewa via Allen Law Firm

Pengajar di Program Studi Teknik Sipil Universitas Soegijapranata, Semarang, itu menegaskan ternyata dari keterangan data kasus kecelakaan yang terjadi, faktor kecerobohan pengemudi atau pengendara kendaraan menjdi penyebab utama.

“Kecelakaan lalu lintas paling banyak disebabkan oleh pengemudi yang gagal menjaga jarak yaitu 24,50 persen. Berikutnya ceroboh terhadap lalu lintas (20,76 persen), ceroboh saat belok 11,6 persen, ceroboh dalam mematuhi aturan lajur 98,53 persen, ceroboh saat menyalip 8,22 persen. Kemudian melampaui batas kecepatan 7,62 persen, melakukan aktivitas lain 4,15 persen, mengabaikan hak jalur pejalan kaki 4,12 persen, dan gagal memberi isyarat 91,80 persen,” papar Djoko.

Oleh karena itu, dia mengusulkan agar pendidikan berkeselamatan berlalu lintas dilakukan sejak usia dini dan dilakukan secara massif. Cara ini pernah dilakukan Jepang pada thun 1970, dimana saat itu jumlah korban jiwa akibat kecelakaan lalu-lintas di negara itu mencapai 16.765 orang.

“Pemerintah Jepang berupaya untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas, dengan tujuan menjadikan jalan raya di Jepang yang paling aman di dunia. Caranya dengan pendidikan keselamtan berkendara secara massif. Hasilnya dalam kurun waktu 33 tahun, yakni di tahun 2003 jumlahg korban meninggal menurun drastis 50,34 persen atau hanya 8.632 orang,” tandas Djoko. (Jrr/Aa)