Mobility

Suburnya Travel Gelap Bukan Inovasi, Tapi Karena Kebutuhan Masyarakat yang Tak Terpenuhi

×

Suburnya Travel Gelap Bukan Inovasi, Tapi Karena Kebutuhan Masyarakat yang Tak Terpenuhi

Share this article
Ilustrasi, angkutan travel gelap - dok.Istimewa

Jakarta, Mobilitas – Fakta di masyarakat memperlihatkan banyak orang yang mencari nafkah di kota (Jabodetabek) ketika pulang kampung membutuhkan angkutan pedesaan yang menjangkau hingga tempat tempat tinggal mereka. Sementara, angkutan resmi yang ada, beroperasi tidak seperti yang mereka harapkan.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno yang dihubungi Mobilitas di Jakarta, Minggu (23/3/2025) mengatakan, saat ini keberadaan angkutan pedesaan sebagai penyambung atau penghubung antara desa dengan Terminal Tipe A sudah banyak yang punah.

Sebagai gantinya, muncul angkutan ojek yang biaynya lebih mahal. Sementara, dengan beroperasinya angkutan umum plat hitam – atu disebut travel gelap karena tidak memiliki izin resmi sebgi angkutan umum – dianggap membantu masyarakat. “Karena memudahkan mendapatkan layanan angkutan umum secara door to door, yang mau mengantarkan penumpang sampai dengan tujuan penumpang,” papr Djoko.

Bahkan pria yang juga pengajar di Program Studi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang itu mengaku telah melakukan investigasi untuk mengetahui kelebihan layanan travel gelap. Hasilnya diketahui, travel gelap memnag memberi kemudahan dan fleksibel.

Ilustrasi, angkutan travel resmi yang berizin melakukan pengangkutan penumpang – dok.Contento Tours

Penumpang terbanyak pengguna travel gelap ini berasal dari Brebes, Banyumas, Grobogan, Tegal, Wonosobo, Batang, Pekalongan, Pemalang, dan Banjarnegara. Sementara yang berasal dari Jawa Barat berasal dri Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Kuningan, Cirebon, Majalaya. Sumedang, dan Subang.

“Jadi keberadaan angkutan berpelat hitam (tanpa izin resmi trayek atau travel gelap) ini bukan inovasi (seperti yang disebut Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi), tetapi sebuah jawaban atas kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi,” tandas Djoko.

Bahkan Djoko menyebut maraknya travel gelap menandakan bentuk kegagalan pemerintah menyediakan angkutan umum ke pelosok negeri. Sebab, kata dia, pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebut pemerintah wajib menyediakan angkutan umum dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau.

Oleh karena itu, Djoko meminta dilakukan penataan angkutan umum secara menyeluruh. “Mengingat begitu cepatnya perkembangan teknologi dan sistem informasi yang dapat memudahkan orang mendapatkan layanan angkutan umum dengan cepat dan efisien,” imbuh Djoko. (Anp/Aa)

 

Mengawali kiprah di dunia jurnalistik sebagai stringer di sebuah kantor berita asing. Kemudian bergabung dengan media di bawah grup TEMPO Intimedia dan Detik.com. Sejak 2021 bergabung dengan Mobilitas.id