Jakarta, Mobilitas – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ini tengah mewacanakan pemberlakuan tarif parkir tertinggi hingga Rp 60.000 per jam. Ada tiga kondisi kendaraan bermotor roda empat yang bakal dikenai tarif parkir tertinggi itu.
Seperti diungkapkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, ketiga kondisi itu adalah, mobil yang diparkir di koridor Kawasan Pengendali Parkir (KPP) Golongan A. Kawasan ini adalah kawasan yang jalanannya sudah terintegrasi dengan angkutan umum massal.
Kedua, bermotor roda empat yang bersangkutan belum atau tidak lolos uji emisi. Ketiga, kendaran bermotor roda empat yang belum daftar ulang pajak alais belum membayar pajak kendaraan bermotor.
“Jadi yang perlu dipahami dari kebijakan ini adalah tujuan yang ingin dicapai. Pertama, kita ingin melakukan pembatasan lalu-lintas dengan maksud mengurangi kemacetan. Kedua, untuk lingkungan dengan maksud mengurnagi tingkat emsi gas buang dari kendaraan. Dan ketiga tentu saja, untuk memberikan peringatakan kepada masyarakat atas kewajiban mereka terhadap pajak,” papar Syafrin saat dihubungi Mobilitas di Jakarta, Senin (21/6/2021).
Menurut dia tarif parkir ini menjadi instrumen pembatasan tersebut, namun tetap mengedepankan aspek keadilan dan akuntabilitas pemerintah terhadap layanan. Sebab, ketentuan parkir itu diterapkan di kawasan yang sudah terintegrasi dengan layanan angkutan massal.
“Sehingga, jika kami menerapkan itu dan berharap masyarakat untuk beralih ke angkutan massal kan sangat beralasan. Karena sarana transportasinya memang ada,” tandas Syafrin.
Zona parkir milik pemerintah
Selain itu, wilayah atau lokasi parkir yang menjadi tempat penerapan ketentuan ini adalah lokasi parkir milik pemerintah DKI Jakarta baik on street maupun off street. Ini akan diuji coba akan diterapkan pada tiga lokasi di DKI Jakarta, yakni kawasan parkir IRTI Monas, lapangan parkir Samsat Jakarta Barat, dan Blok M Square.
“Tetapi, perlu diingat saat ini masih kita sosialisasikan. Bahkan Dishub (DKI Jakarta) menggelar Forum Group Discussion yang melibatkan pengguna parkir, masyarakat pengelola parkir, sampai dengan pemerhati parkir. Semua kita libatkan,” jelas Syafrin.
Jika nantinya disetujui, maka pemerintah DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 31 tahun 2017. Beleid itu sampai saat ini masih menjadi payung hukum untuk kebijakan penetapan tarif parkir di wilayah DKI Jakarta.
Ketua Asosiasi Pengelola Parkir Indonesia (Asperarindo) Yanuar Irfan mengaku menyambut positif langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini. Sebab, kajian tarif parkir yang dilakukan dengan sistem zonasi juga sudah sesuai.
“Jadi, kendaraan yang berada pada jalan-jalan yang sudah terfasilitasi koridor utama angkutan umum massal dikenakan tarif tertinggi. Jadi ini mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum massal biar kemacetan berkurang,” kata dia saat dihubungi Mobilitas, Senin (21/6/2021). (Mus/Roc/Jrr/Aa)